PUMA Berencana PHK Ratusan Karyawan Secara Global, Penjualan Anjlok Jadi Penyebabnya
Nasional

Puma, perusahaan pakaian olahraga asal Jerman, mengumumkan rencana pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 500 karyawan di seluruh dunia sebagai bagian dari program efisiensi biaya.
Langkah ini diambil setelah proyeksi kinerja yang lemah untuk kuartal pertama dan tahun 2025, terutama akibat menurunnya permintaan di Amerika Serikat dan Cina.
Persaingan dengan merek-merek besar seperti Adidas dan Nike, serta pendatang baru seperti On Running dan Hoka, semakin memperketat kompetisi di pasar global senilai US$ 400 miliar.
Baca Juga: Nissan Bakal PHK Lebih dari 20 Ribu Karyawan Buntut Kerugian Rp84 Miliar
CEO Puma Arne Freundt mengungkapkan bahwa sekitar 150 dari total pemutusan hubungan kerja (PHK) akan terjadi di kantor pusat perusahaan. Selain itu, Puma juga berencana menutup beberapa toko yang dianggap tidak menguntungkan.
"Hanya sebagian kecil dari bisnis yang akan terkena dampak," kata Freundt dalam laporan Reuters, Rabu (12/3).
Langkah efisiensi ini bertujuan meningkatkan margin laba operasional (EBIT) Puma menjadi 8,5% pada 2027, naik dari 7,1% pada 2024.
Baca Juga: Pertamina Fokus Evakuasi Pekerja dan Warga di Sekitar Kebakaran Depo Plumpang
Di Indonesia, pabrik sepatu Puma di Tangerang telah melakukan PHK terhadap 600 karyawan pada Juni 2024, disebabkan oleh penurunan pesanan.
CFO Puma Markus Neubrand menegaskan bahwa selain pemangkasan jumlah karyawan, perusahaan akan terus mengoptimalkan operasionalnya.
Pada 2024, Puma mencatat peningkatan penjualan sebesar 4,4% menjadi €8,81 miliar, didorong oleh pertumbuhan di seluruh wilayah, lini produk, dan saluran distribusi.
Namun, laba bersih turun 7,6% menjadi €281,6 juta, dengan laba per saham turun dari €2,03 pada 2023 menjadi €1,89.
Puma memperkirakan pertumbuhan penjualan pada 2025 hanya akan berada di kisaran satu digit rendah hingga menengah.
Perusahaan juga mengantisipasi berbagai tantangan eksternal seperti ketegangan geopolitik, hambatan ekonomi makro, sengketa perdagangan, dan fluktuasi mata uang, yang dapat berdampak pada kepercayaan konsumen dan permintaan di pasar utama.
Sebagai bagian dari strategi transparansi, Puma memberikan proyeksi EBIT 2025 dengan mengecualikan biaya sekali pakai yang terkait dengan program efisiensi.