Rokhmin Dahuri Sentil KKP: Kami Terkejut Indikator Kinerja Utama KKP tak Singgung Kesejahteraan Nelayan
Ekonomi Bisnis
 160920257.png)
Kasus Pagar Laut Beton di Cilincing, Jakarta Utara, masih menjadi topik sorotan di DPR RI. Apalagi kemudian terungkap bahwa perusahaan yang melakukan Pagar Beton telah mengantongi izin lengkap, termasuk dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Dalam rapat kerja Komisi IV DPR RI, Anggota Komisi IV Riyono menyebut, kepentingan nelayan kecil harus diutamakan dibandingkan kepentingan pengusaha atau negara.
Riyono mengingatkan bahwa sesuai PP Nomor 27 Tahun 2021 Pasal 10, terdapat delapan syarat sebelum terbitnya izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL). Ia menekankan, jangan sampai pembangunan pagar beton menimbulkan keresahan di kalangan nelayan.
Baca Juga: KKP Tolak Patroli Bersama ABF Australia
“Akses nelayan kecil wajib ada di daerah penangkapan. Walaupun pagar beton di laut itu digunakan untuk kepentingan pelabuhan atau kepentingan lain, kepentingan nelayan harus tetap di atas segalanya,” tegas Politisi Fraksi PKS itu dalam Rapat Kerja Komisi IV DPR RI bersama Wakil Menteri Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Selasa (16/9/2025).
Pagar laut beton di perairan Cilincing Jakarta Utara/Foto: tangkap layar
Ia meminta KKP memastikan kondisi fisik pagar beton tersebut, sekaligus memberi penjelasan faktual mengenai izin yang telah diterbitkan. Riyono menekankan, KKPRL merupakan izin dasar yang wajib dimiliki setiap orang atau badan usaha yang ingin melakukan kegiatan menetap di ruang laut, termasuk untuk infrastruktur produksi, pipa, maupun kabel bawah laut.
Baca Juga: Johan Minta KKP Perhatikan Ekosistem Nelayan untuk Stabilkan Harga Ikan
Rokhmin Dahuri Sentil KKP
Rokhmin Dahuri turut ‘menyentil’ KKP. Ia menegaskan agar pendapatan dan kesejahteraan nelayan harus menjadi Indikator Kinerja Utama (IKU) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada tahun 2026.
“Kami cukup terkejut karena dalam indikator kinerja utama KKP tidak ada yang menyinggung soal pendapatan atau kesejahteraan nelayan. Padahal itu hal yang paling krusial. Presiden Prabowo juga berkali-kali menekankan pentingnya peningkatan kesejahteraan nelayan, sehingga seharusnya hal ini wajib tercantum dalam IKU KKP,” tegas Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini, dilansir laman resmi DPR RI.
KKP Perlu Perhatikan Potensi Industri Bioteknologi Kelautan
Anggota Komisi IV DPR RI, Rokhmin Dahuri. Foto : dok DPR/ Oji/Andri
Selain soal kesejahteraan nelayan, Rokhmin juga menyoroti bahwa indikator produksi non-ikan dalam usulan KKP hanya mencantumkan garam. Ia menilai KKP perlu memberi perhatian lebih pada potensi industri bioteknologi kelautan yang semakin berkembang, seperti produk pangan fungsional hingga kolagen dari sisik ikan. Menurutnya, sektor ini dapat menjadi masa depan perekonomian kelautan Indonesia.
“Potensi marine biotechnology industry itu empat kali lipat lebih besar daripada industri teknologi informasi. Seharusnya KKP bisa menjadi game changer dengan menjadikan bioteknologi kelautan sebagai sektor unggulan Indonesia ke depan,” jelasnya.
Rokhmin juga mengingatkan KKP agar segera menangani isu serius terkait temuan udang mengandung cesium radioaktif dari PT BMS yang berdampak pada penurunan produksi tambak udang di Indonesia hingga 50 persen. Ia meminta KKP bersama kementerian terkait segera memberikan klarifikasi internasional bahwa pencemaran tersebut bukan berasal dari industri pengolahan udang, melainkan dari aktivitas pertambangan. “Ini sangat krusial, sebab 40 persen nilai ekspor perikanan Indonesia berasal dari udang, dan 85 persennya merupakan udang budidaya. Jika isu ini tidak segera ditangani, bisa berdampak pada runtuhnya komoditas primadona perikanan nasional sekaligus mengancam jutaan lapangan kerja,” ujar Rokhmin. Ia pun mengusulkan agar DPR RI mempertimbangkan pembentukan panitia kerja (panja) khusus untuk membahas persoalan udang. Menurutnya, komoditas ini sejak era Presiden Soeharto telah menjadi andalan ekspor dan hingga kini tetap berstatus sebagai primadona perikanan Indonesia.***