Sammy Simorangkir Curhat di Sidang MK: Dilarang Nyanyikan Lagu Kerispatih, Harus Bayar Rp5 Juta per Lagu
Lifestyle

Penyanyi Sammy Simorangkir hadir sebagai saksi dalam sidang lanjutan uji materi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Selasa (22/7/2025).
Dalam sidang tersebut, Sammy menyampaikan secara tegas keresahannya sebagai pelaku pertunjukan yang kerap diperlakukan tidak adil dalam sistem hukum hak cipta.
Baca Juga: Hari Ini, MK Gelar Sidang Putusan Usia Minimal Capres- Cawapres
Mantan vokalis Kerispatih itu mengungkapkan bahwa dirinya dilarang menyanyikan lagu-lagu yang dulu ia populerkan bersama band tersebut, kecuali membayar sejumlah uang.
“Saya dilarang menyanyikan lagu-lagu Kerispatih, kecuali saya membayar Rp5 juta per lagu. Larangan ini dikeluarkan oleh pihak Kerispatih dan diduga atas perintah Badai, yang saat itu adalah pencipta sebagian besar lagu,” kata Sammy di hadapan majelis hakim MK.
Merasa Ada Ancaman Hukum
Baca Juga: Wapres Ma'ruf Amin Pastikan Pemerintah Tidak Ikut Campur Keputusan MK
Sammy Simorangkir (FTNews/Raka)
Masalah makin pelik ketika Badai, sang pencipta lagu, keluar dari Kerispatih dan justru mengirim somasi kepada pihak band serta kepada Sammy secara pribadi.
“Saya adalah bagian asli dari lagu-lagu tersebut. Sampai hari ini suara saya masih terdengar di mal dan swalayan. Tapi saya malah seperti tidak memiliki hak untuk menyanyikan lagu-lagu itu,” lanjutnya.
Sammy juga menekankan bahwa dirinya sangat menghargai hak cipta sebagai pencipta lagu. Namun, ia menolak jika penyanyi atau pelaku pertunjukan lain hanya dianggap sebagai pengguna yang tidak memiliki hak atas karya yang turut mereka populerkan.
“Lagu tidak akan sampai ke hati publik jika tidak dinyanyikan dengan sepenuh hati oleh penyanyi. Tapi sekarang, justru kami yang dihadapkan pada ancaman hukum,” ujar penyanyi berusia 42 tahun itu.
Latar Belakang Gugatan
Sammy Simorangkir (FTNews/Raka)
Gugatan uji materi ini diajukan oleh kelompok Vibrasi Suara Indonesia (VISI) yang terdiri dari 29 musisi Tanah Air.
Mereka menggugat lima pasal dalam UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta karena dinilai multitafsir dan memberi celah kriminalisasi terhadap penyanyi serta pelaku pertunjukan.
Pasal-pasal tersebut dianggap menimbulkan ketidakjelasan soal izin performing rights, kewajiban pembayaran royalti, serta ancaman pidana tanpa mekanisme kolektif yang jelas. Akibatnya, beberapa pencipta lagu secara sepihak melarang penyanyi membawakan lagu mereka meski telah dipopulerkan secara luas.
VISI meminta MK memberikan penafsiran hukum yang lebih adil dan berpihak pada keberlangsungan industri musik yang kolaboratif. (Raka)