Sanksi Kerja Sosial bagi Koruptor Dinilai Tak Memberi Efek Jera
Wacana pemberian sanksi kerja sosial bagi pelaku korupsi yang divonis di bawah lima tahun penjara menuai kritik dari kalangan akademisi dan pemerhati hukum.
Kebijakan tersebut dinilai berpotensi melemahkan efek jera terhadap pelaku kejahatan korupsi yang selama ini dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa.
Pidana kerja sosial merupakan salah satu bentuk hukuman alternatif yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru.
Baca Juga: Tidak Bawa Putri Candrawathi Visum jadi Penyesalan Ferdy Sambo
Skema ini memungkinkan hakim menjatuhkan sanksi di luar penjara bagi pelaku tindak pidana tertentu dengan ancaman hukuman di bawah lima tahun, termasuk tindak pidana korupsi dengan kategori ringan.
Dinilai Tak Seimbang dengan Dampak Korupsi
Baca Juga: Kompolnas: Yang Tahu Alasan Digelarnya Upacara Kedinasan Brigadir J yakni Humas Mabes Polri
Namun, penerapan sanksi kerja sosial terhadap koruptor dinilai tidak sebanding dengan dampak yang ditimbulkan.
Korupsi dipandang sebagai kejahatan yang merugikan keuangan negara dan mencederai rasa keadilan publik, sehingga hukuman yang terlalu ringan dikhawatirkan justru memberi ruang bagi pelaku untuk menghindari konsekuensi hukum yang serius.
Akademisi Kritik Usulan Kerja Sosial Bagi Pelaku Korupsi
Kekhawatiran Melemahkan Efek Jera
Kritik juga muncul karena pidana kerja sosial dianggap tidak mencerminkan penderitaan sosial yang dialami masyarakat akibat praktik korupsi. Hukuman tersebut dinilai lebih tepat diterapkan pada tindak pidana ringan, bukan pada kejahatan yang berdampak sistemik dan berjangka panjang terhadap pembangunan serta kepercayaan publik.
Di sisi lain, kebijakan pemidanaan alternatif dalam KUHP baru bertujuan mengurangi kepadatan lembaga pemasyarakatan dan mendorong pendekatan keadilan restoratif.
Meski demikian, banyak pihak menilai prinsip tersebut harus diterapkan secara selektif dan tidak menyentuh kejahatan yang bersifat merusak tata kelola negara.
Perdebatan mengenai sanksi kerja sosial bagi koruptor menunjukkan masih kuatnya tuntutan publik agar penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi dilakukan secara tegas dan proporsional, sejalan dengan semangat pemberantasan korupsi yang selama ini digaungkan.