Sebentar Lagi Puasa, Waktunya Usus dan Sel Tubuh Pulih
Kesehatan

Bulan Ramadan sebentar lagi kurang lebih 20 hari ke depan. Umat Islam akan berpuasa selama satu bulan penuh setiap hari.
Puasa bukan hanya sebagai bentuk ketaatan secara spiritual, tapi juga berpengaruh terhadap kesehatan tubuh. Hal itu sudah teruji secara ilmiah oleh para ahli.
Ada banyak penelitian mengenai manfaat kesehatan dari puasa, terutama perubahan komponen seluler darah. Berikut ini sejumlah manfaat puasa seperti dikutip situs resmi Kementerian Kesehatan.
Baca Juga: 10 Amalan Sunah Ramadan dalam Kitab Syekh Nawawi Al-Bantani
Regenerasi Sel
Menurut Yoshinori Ohsumi, peraih Nobel Kesehatan 2016 atas temuan mekanisme autofagi, menahan lapar seperti puasa berdampak pada mekanisme daur ulang sel yang membantu memperlambat proses penuaan dan berdampak positif pada pembaruan sel.
Autofagi, yang berarti “memakan dirinya sendiri” merupakan mekanisme daur ulang sel dengan memakan dirinya sendiri sebagai proses metabolisme yang terjadi pada kondisi lapar.
Baca Juga: Bolehkah Anak Sahur dan Buka Puasa dengan Makanan Manis, Ini Saran Dokter?
Para ilmuwan bahkan telah menemukan bahwa puasa selama 12 jam lebih dapat memicu autofagi dan dianggap sebagai salah satu alasan mengapa puasa dikaitkan dengan umur panjang.
Ada banyak penelitian yang menghubungkan puasa dengan peningkatan kontrol gula darah, mengurangi peradangan, penurunan berat badan, dan peningkatan fungsi otak. Bahkan, melalui penelitian yang dilakukan oleh Jiahong Lou dan kawan-kawan dalam buku Autophagy: Biology and Diseases (2020), autofagi juga dikaitkan dengan target terapi potensial pengobatan penyakit Parkinson.
Meredakan GERD
Puasa juga dapat meredakan penyakit asam lambung atau GERD. Saat berpuasa tubuh melatih regulasi asam lambung.
Menurut penelitian Radhiyatam Mardhiyah dan kawan-kawan, yang dipublikasikan di jurnal Acta Medica Indonesiana pada 2016, keluhan GERD terasa lebih ringan pada pasien yang menjalani puasa Ramadan dibandingkan yang tidak berpuasa.
Pada penelitian tersebut terdapat perbedaan median skor GERD-Q yang signifikan antara pasien yang berpuasa Ramadan dengan subjek yang tidak berpuasa baik pada bulan Ramadan maupun non-Ramadhan.
Menurut penelitian Sedra Tibi dkk, yang diterbitkan di jurnal Cureus pada 2023, GERD adalah aliran balik isi lambung yang mengiritasi lapisan esofagus yang menyebabkan banyak gejala ketidaknyamanan.
Risiko dan faktor yang memperberat GERD antara lain adalah obesitas, usia tua, penggunaan analgesik, merokok, konsumsi alkohol, asupan minuman berkafein, dan tekanan psikologis.
Karena puasa dianggap sebagai diet, maka selama Ramadan beberapa perilaku berisiko tersebut diubah menjadi lebih baik, termasuk berhenti merokok dan minum alkohol. Dengan berkurangnya kebiasaan-kebiasaan ini, yang diketahui dapat memperburuk gejala GERD, gejala-gejala tersebut mungkin dapat dikurangi selama bulan Ramadan.
Merawat usus
Selain regenerasi sel, puasa juga memiliki dampak pada pertumbuhan mikrobioma atau mikroba baik dalam usus. Berdasarkan penelitian Sedra Tibi dkk, puasa Ramadan meningkatkan mikrobioma usus dan memodifikasi kadar hormon usus.
Menurut penelitian yang dilakukan Sue Grenham dkk, yang diterbitkan di jurnal Frontiers in physiology pada 2011, mikrobioma usus memiliki tiga fungsi utama, yakni sebagai bagian struktur usus, proteksi usus, dan metabolisme usus.
Mikrobioma usus berperan penting dalam proses penyerapan nutrisi dan mineral; sintesis berbagai enzim; vitamin; asam amino; serta produksi asam lemak rantai pendek (SCFA).
Fungsi mikrobioma dalam usus tidak hanya berkaitan dengan kesehatan saluran dan sistem pencernaan, seperti obesitas, kanker usus besar, sindrom iritasi usus besar, intoleransi makanan, defisiensi mikronutrien, kolesterol, dan penyakit hati.
Mikrobioma juga memiliki hubungan dengan penyakit yang tampaknya tidak ada hubungannya dengan saluran pencernaan seperti diabetes, masalah kesehatan mental termasuk kecemasan, depresi, gangguan kekebalan, penyakit kulit, dan alergi non-makanan.