Sebut Pemohon tak Miliki Kedudukan Hukum, MK Putuskan Uji UU TNI tidak Dapat Diterima

Mahkamah Konstitusi menolak permohonan uji UU TNI. Putusan tersebut dibacakan, Kamis (12/6/2025).
Dalam amar putusan, Mahkamah menyatakan permohonan para Pemohon tidak dapat diterima. Mahkamah berkesimpulan para Pemohon yang merupakan enam mahasiswa tidak memiliki kedudukan hukum dalam mengajukan permohonan ini.
Sebab, menurut Mahkamah, para Pemohon tidak dapat menjelaskan hubungan pertautan langsung antara kualifikasinya baik sebagai mahasiswa maupun pemilih dengan proses pembentukan sampai disahkannya UU 3/2025.
Menurut Mahkamah, aktivitas akademis para Pemohon sebagaimana diuraikan dalam menjelaskan kedudukan hukumnya bukan merupakan aktivitas yang terkait langsung dengan mengawal proses pembentukan UU 3/2025.
Sidang pengucapan putusan pengujian formiil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia, Kamis (05/06) di Ruang Sidang MK. Foto Humas MK/Ifa.
Adapun aktivitas diskusi dan demonstrasi terkait UU 3/2025 yang diikuti para Pemohon sebagaimana diuraikan dalam kedudukan hukum para Pemohon dan bukti-bukti yang disampaikan, menurut Mahkamah, tidak menunjukkan keterlibatan langsung para Pemohon dalam aktivitas dimaksud.
Sebab, hanya menyerahkan bukti berupa leaflet atau brosur pelaksanaan diskusi publik berkenaan dengan Rancangan UU TNI, RUU Polri, dan RUU Kejaksaan yang juga tidak disahkan dalam sidang 22 Mei karena bukti baru diterima Mahkamah pada 28 Mei.
Paparan Wakil Ketua MK Saldi Isra
“Mahkamah tidak mendapatkan bukti adanya kegiatan nyata Pemohon I, Pemohon II, Pemohon III, Pemohon IV, Pemohon V, dan Pemohon VI yang membuktikan adanya kegiatan yang dapat membuktikan adanya keterkaitan langsung dengan proses pembentukan Undang-Undang 3/2025 sehingga tidak dapat menunjukkan adanya hubungan sebab akibat atau causa verband antara anggapan kerugian hak konstitusional para Pemohon dengan proses pembentukan Undang-Undang 3/2025,” ujar Wakil Ketua MK Saldi Isra membacakan pertimbangan hukum Mahkamah, pada Kamis (5/6/2025) di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, dilansir dari mkri.
Latar Belakang
Permohonan diajukan enam mahasiswa, yakni Endrianto Bayu Setiawan, Raditya Nur Sya’bani, Felix Rafiansyah Affandi, Dinda Rahmalia, Muhamad Teguh Pebrian, dan Andrean Agus Budiyanto. Para Pemohon mengajukan pengujian formil dan materiil UU TNI. Adapun Pasal-pasal yang diuji yaitu Pasal 7 ayat (4), Pasal 47 ayat (1), dan Pasal 47 ayat (3) UU TNI.
Dalam petitumnya, para Pemohon memohon kepada Mahkamah untuk menyatakan Pasal 7 ayat (4) UU TNI bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai
"Pelaksanaan operasi militer selain perang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diatur lebih lanjut dengan undang-undang"; menyatakan Pasal 47 ayat (1) UU TNI bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai "Prajurit dapat menduduki jabatan pada kementerian/lembaga yang membidangi kesekretariatan militer presiden, Kejaksaan Republik Indonesia, dan Mahkamah Agung".
Serta, menyatakan Pasal 47 ayat (3) UU TNI bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai "Prajurit yang menduduki jabatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas ketentuan undang-undang serta tunduk pada ketentuan administrasi yang berlaku dalam lingkungan kementerian dan lembaga".***