Sejarah Carok di Madura Muncul Abad 18, Kini Makan Korban Saksi Paslon Bupati Sampang
Nasional
.jpg)
Peristiwa carok terjadi lagi di Madura, di mana korban bernama Jimmy Sugito Putra, yang merupakan saksi Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Sampang Slamet Junaidi - Ahmad Mahfudz, tewas setelah kena bacokan di bagian kepala.
Aksi carok yang beredar dalam tayangan video di media sosial memperlihatkan korban Jimmy Sugito Putra mendapat serangan dari beberapa orang bersenjatanan celurit.
Kejadian nahas itu berada di Desa Ketapang Laok, Kecamatan Ketapang, Kabupaten Sampang, Madura, pada Minggu (17/11/2024).
Baca Juga: Terkuak! Ini Pengakuan Dharma Pongrekun Soal Heboh Dugaan Pencatutan NIK Pilgub Jakarta
Sejarah Carok
Berdasarkan karya tulis Henry Arianto dan Krisna dari Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul Jakarta, di abad 12 Masehi saat itu terdapat Kerajaan Madura dengan Raja Prabu Cakraningrat, kemudian di abad 14 berada di bawah pimpinan Joko Tole, dan saat itu istilah carok belum ada.
Kata carok berasal dari Bahasa Kawi kuno yang memiliki arti perkelahian. Perkelahian biasanya melibatkan dua orang atau dua keluarga besar. Bisa juga perkelahian antar penduduk desa di kawasan Bangkalan, Sampang, dan Pamekasan
Baca Juga: Alasan Pelaku Mutilasi Bekasi Tak Nikahi Korban Karena Beda Umur dan Keyakinan
Di abad 17, Kerajaan Madura dipimpin Penembahan Semolo, putra Bindara Saud, putra Sunan Kudus, istilah carok juga belum ada.
Maka dari itu, carok mulai muncul pada era penjajahan Belanda di abad 18 ketika pemberontak bernama Sakera ditangkap dan dihukum gantung di Pasuruan, Jawa Timur.
Belanda kemudian mengadu domba antara masyarakat Madura dengan keluarga Blater atau jagoan, yang merupakan antek-antek penjajah, dengan menggunakan celurit
Golongan blater sering melakukan carok di zaman itu.
Belanda memberikan senjata celurit kepada keluarga blater untuk merusak citra Sakera, yang semasa hidupnya sering membawa celurit.
Sakera diketahui pemberontak di zaman penjajajan saat itu. Dia santri dan seorang muslim yang taat.
Sakera sengaja pakai celurit sebagai simbol perlawanan rakyat jelata terhadap Belanda.
Padahal, Belanda membuat celurit sebagai simbol senjata para jagoan dan penjahat.
Harga Diri
Aksi carok sendiri upaya untuk mengembalikan harga diri setelah diinjak-diinjak oleh orang lain demi sebuah kehormatan.
Hal tersebut ada hubungannya dengan harta, tahta dan wanita.
Ada sebuah ungkapan Madura, yakni Lebbi Bagus Pote Tollang atembang Pote Mata. (Lebih baik mati, daripada hidup menanggung malu).
Menurut penulis, aksi carok tidak bisa dilepaskan dari faktor politik, yakni lemahnya otoritas negara atau pemerintah sebelum dan sesudah kemerdekaan dalam mengontrol sumber kekerasan.
Selain itu, ada ketidakmampuan negara memberikan rasa keadilan dan perlindungan kepada masyarakat.