Takut Kecolongan, Bareskrim Usut Kasus Dugaan Korupsi Proyek PLTU di Kalbar
Nasional

Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipidkor) Bareskrim Polri mulai mengusut kasus dugaan korupsi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat. Tindak pidana itu disebutkan terjadi pada tahun 2008 hingga 2018.
Wadirtipidkor Bareskrim Polri, Kombes Arief Adiharsa menyebut pihaknya telah menaikan status perkara itu ke tahap penyidikan. Hal itu, kata dia, diputuskan dalam gelar perkara yang dilakukan penyidik kemarin.
"Penyidik Dittipidkor Bareskrim Polri telah Meningkatkan status penyelidikan kepada penyidikan terhadap perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi terkait pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat (2x50 MW) tahun 2008 sampai dengan 2018 yang mengakibatkan pembangunan PLTU 1 Kalimantan Barat mangkrak atau tidak dapat dioperasikan," kata Arief dalam keterangannya, Rabu (5/11)
Baca Juga: Tak Hanya Lukas Enembe, Deretan Koruptor Ini Meninggal saat Ditahan KPK
Arief menyebut pengerjaan proyek PLTU itu diduga melawan hukum dan terdapat penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan pekerjaan proyek mengalami kegagalan atau mangkrak sejak tahun 2016 sehingga tidak dapat dimanfaatkan.
"Pada tahun 2008 dilaksanakan lelang pembangunan PLTU 1 Kalbar 2x50 MW dengan sumber anggaran dari PT. PLN
(Persero). Setelah dilakukan proses lelang yang ditunjuk sebagai pemenang adalah KSO BRN," ujar Arief.
Baca Juga: Kejati Sumut Tahan Tersangka Baru Dalam Kasus Dugaan Korupsi Pengembangan Railink Station Kualanamu
Arief menjelaskam, KSO BRN sebagai pihak yang ditunjuk pemenang lelang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dalam tahap prakualifikasi dan evaluasi penawaran administrasi dan teknis dalam proses pelelangan.
"Selanjutnya pada tanggal 11 Juni 2009 dilakukan penandatanganan kontrak yang ditandatangani antara RR selaku Dirut PT. BRN mewakili konsorsium BRN
dengan FM selaku Dirut PT. PLN (persero) dengan nilai kontrak sebesar USD 80 Juta dan Rp 507 M atau sekitar Rp. 1,2 T dengan kurs saat ini," jelasnya.
Setelah itu PT. BRN mengalihkan seluruh pekerjaan proyek pembangunan PLTU 1 Kalbar kepada pihak ketiga yaitu PT. PI dan QJPSE yang merupakan perusahaan energi asal Tiongkok.
"Dalam pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh pihak ketiga pembangunan PLTU 1 Kalbar 2x50 MW telah mengalami kegagalan atau mangkrak sehingga tidak dapat dimanfaatkan sejak tahun 2016," ungkap Arief.
"Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan BPK RI terdapat indikasi kerugian keuangan negara sebesar mencapai USD 62,410 juta dan Rp 323,2 miliar," pungkasnya.