Temuan Gula Berlebihan pada Susu Ancam Tumbuh Kembang Anak
Kesehatan

FTNews - Sebuah hasil investigasi mengemuka terkait produk brand terkenal yang memproduksi susu dan makanan anak memiliki kadar gula tambahan di luar ambang batas. Celakanya, produk itu diduga dipasarkan ke sejumlah negara miskin dan berkembang termasuk Indonesia.
Tudingan itu Public Eye selaku lembaga swadaya masyarakat (LSM) asal Swiss sampaikan berdasarkan hasil investigasi yang mereka lakukan bersama dengan International Baby Food Action Network (IBFAN) terhadap sejumlah produk Nestle.
Praktisi kesehatan masyarakat dokter Ngabila Salama berpendapat gula berlebihan pada anak tidak diperbolehkan.
Baca Juga: Pemudik Lakukan Ini Cegah Sakit di Perjalanan
Menurutnya, bayi kurang dari satu tahun tidak boleh mengonsumsi madu. Gula boleh pada usia di atas enam bulan sesudah lulus ASI eksklusif sebagai makanan pendamping ASI (MPASI). Tapi tidak boleh berlebihan.
“Pada dasarnya bayi belum dapat mengenai rasa dari makanan dan minuman yang mereka konsumsi,†katanya di Jakarta, Sabtu (20/4).
Rasa manis dan asin berlebihan membuat anak jadi picky dan pilih-pilih makanan. Padahal yang tasty ini seringnya tidak sehat.
Baca Juga: Kepiting Untuk Kelestarian Bakau Enggano
“Bubur bayi instan diklaim punya kandungan gizi yang seimbang dan lengkap. Tapi membuat MPASI alami pada anak usia 6 - 24 bulan dan sesudahnya tetap yang terbaik,†ungkapnya.
Ngabila menyebut enam dampak negatif konsumsi gula berlebih pada bayi dan anak:
1.Menolak ASI
Hal ini sangat merugikan bayi yang sedang dalam masa pertumbuhan. Bayi sangat membutuhkan berbagai nutrisi penting guna pertumbuhan dan perkembangan bayi, terutama saat ia berusia di bawah satu tahun.
- Membangun kebiasaan makan yang buruk
Memicu kebiasaan makan yang buruk di kemudian hari. Anak bisa saja menolak mengonsumsi makanan sehat yang biasanya alami, tanpa pengawet, tanpa pemanis buatan. Anak jadi picky eater/pemilih makan.
- Memicu kerusakan gigi
Terutama saat gigi pertama muncul dengan memicu peningkatan populasi bakteri dalam mulut, sehingga gigi-gigi yang tumbuh selanjutnya mengalami kerusakan yang sama.
- Memicu hiperaktif
Gula dapat diserap ke dalam darah sangat cepat. Kadar gula darah tinggi meningkatkan adrenalin dan hiperaktif pada bayi, balita, dan anak-anak.
- Menyebabkan kelesuan
Kebalikan dengan hiperaktif, peningkatan produksi hormon insulin karena kadar gula darah tinggi dapat pula memicu penurunan kadar gula darah secara tiba-tiba. Hal tersebut yang menjadi pemicu kelesuan, lemas, dan bayi menjadi tidak aktif.
- Memicu obesitas dan diabetes di usia dini karena menumpuknya kalori dalam tubuh.
Indonesia berupaya memerangi stunting. Foto: Jangkau Blog
Diabetes Anak
Ikatan Dokter Indonesia pada Januari 2023 mengeluarkan data prevalensi kasus diabetes pada anak meningkat 70 kali lipat.
Jumlah tersebut dibandingkan dengan jumlah diabetes anak tahun 2010 atau 0,028 per 100.000 anak dan 0,004 per 100.000 jiwa pada 2000.
Kasus diabetes pada anak mencapai 2 per 100.000 jiwa per Januari 2023. Pada anak, kasus diabetes yang banyak ditemukan adalah tipe 1. Sedangkan, diabetes tipe 2 sebanyak 5-10 persen dari keseluruhan kasus diabetes anak.
Sementara itu Ikatan Dokter Anak Indonesia mencatat, ada 1.645 anak dengan diabetes melitus. Tersebar di 13 kota di Indonesia yakni Jakarta, Bandung, Surabaya, Malang, Semarang. Yogyakarta, Solo, Denpasar, Palembang, Padang, Medan, Makassar, dan Manado. Hampir 60 persen penderitanya adalah anak perempuan.