Terpuruk saat Krisis 1998, Anthony Salim Ditempa Jadi Pebisnis Tangguh
Ekonomi Bisnis

FTNews - Sosok sembilan naga ini tentu sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat. Mereka adalah sembilan pengusaha kaya dan sukses pemilik konglomerasi bisnis terbesar di Indonesia.
Anthony Salim salah satunya. Ia merupakan seorang pengusaha terkaya Indonesia yang lahir pada 25 Oktober 1949. Memiliki nama asli Liem Hong Sien atau Liem Fung Seng, ia lahir di Kudus, Jawa Tengah.
Nama dari Liem Fung Seng memiliki arti “menemui hidup baru†setelah ayahnya yang hampir terbunuh di sebuah kecelakaan angkot di tahun 1949. Anthony merupakan anak dari pengusaha Indonesia yang tersohor pada waktunya, yaitu Soedono Salim.Â
Baca Juga: Polantas Minta Sekarung Bawang, Kapolda Metro Kumpulkan Seluruh Kasat dan Kanit Lantas
Mengikuti ayahnya merantau ke Jakarta, ia menempuh pendidikan dasarnya di sekolah Sin Hua dan SMAN 21 di Jakarta. Lalu, Anthony melanjutkan pendidikannya ke Seventh-Day Adventist School dan St Joseph’s Institution di Singapura. Tidak berhenti di situ, ia melanjutkan pendidikan tingginya di Ewell County Technical College di Inggris.
Pada tahun 1974, ia menikahi seorang perempuan bernama Siti Margareth Jusuf, seorang putri pengusaha keturunan Hakka. Anthony dan Siti memiliki tiga orang anak yang bernama Axton Salim, Astrid Salim, dan Alston Salim.
Anthony juga menganut ajaran Konfusianisme atau konghucu dan Buddhisme yang mengalir di keluarganya. Ia juga mempercayai tradisi seperti feng shui dan konsultasi ke para biksu untuk menentukan langkah-langkahnya.
Baca Juga: Kemenkes Siagakan PSC 119 Pasca Gempa di DIY
Memulai Karirnya Sebagai Pebisnis
Logo Salim Group. Foto: Wikipedia
Soedono Salim, ayah dari Anthony Salim, merupakan pendiri perusahaan konglomerat, Salim Group, yang ia dirikan pada tahun 1972. Anthony memang ingin memfokuskan dirinya untuk mengembangkan bisnis Salim Group setelah menempuh pendidikan tingginya di Inggris.
Awalnya, ia ingin menunjukkan agresivitasnya sebagai pengusaha dengan berusaha mengimpor semen dari Korea Utara. Namun, agresivitasnya malah menimbulkan kerugian yang sangat besar akibat ulah pihak Korea Utara. Anthony pun belajar melalui kesalahannya dan rekan-rekan ayahnya seperti Mochtar Riady, Ciputra, dan Sukanto Tanoto serta Salim Group ikut membantunya.
Ia pun mulai membangun fondasi yang kokoh untuk mengembangkan bisnis milik keluarganya dan menjadikan dirinya pebisnis yang tangguh. Memiliki latar pendidikan yang berkiblat di barat, membawa arus modernisasi bagi Salim Group.
Melihat bisnis ayahnya ini hanya bergantung dengan kekuasaan, Anthony merasa bahwa hal ini tidak baik untuk jangka panjangnya. Ia pun mengarahkan grup ini menjadi usaha yang berfokus terhadap permintaan pasar di tahun 1979.
Tidak hanya Indonesia, bisnisnya berkembang dan menetapkan kancahnya di berbagai negara seperti Belanda, Singapura, Amerika Serikat, dan lain sebagainya. Anthony juga menghilangkan pengaruh keluarganya dan memasukkan manajemen yang dari luar keluarga.
Tidak hanya di Salim Group, ia juga pernah menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai perwakilan KADIN (Kamar Dagang dan Industri Indonesia). Ia juga bergabung ke sebuah yayasan yang dikepalai Soeharto, Dana Sejahtera Mandiri, sebagai bendahara pembantu.
Tidak berhenti di situ, saat terjadinya krisis finansial Asia 1997, International Monetary Fund (IMF) membentuk sebuah tim kecil. Mereka menunjuk Anthony sebagai Sekretaris Dewan Pemantapan Ketahanan Ekonomi dan Keuangan pada Maret 1998 hingga Mei 1998.
Kiprahnya di Sebagai Pengusaha
Indofood, salah satu perusahaan di bawah Salim Group. Foto: Indofood
Anthony memang lebih banyak bekerja di belakang layar sehingga kiprahnya tidak terlalu terlihat. Hingga saat kerusuhan tahun 1998 dan runtuhnya orde baru menghampirinya.
Ayahnya, Soedono Salim, harus kabur ke Singapura akibat dari Kerusuhan Mei 1998 setelah rumahnya dibakar. Selain itu, akibat krisis moneter, bisnis-bisnis milik Salim Group terjerat hutang-hutang yang sangat besar.
Oleh karena itu, Anthony akhirnya mengambil alih bisnis milik ayahnya secara penuh. Ia juga sangat berperan besar dalam menyelamatkan Salim Group yang terlilit hutang hingga US$ 5 miliar.
Untuk melunasi hutang-hutang tersebut, Anthony harus menyerahkan hampir 100 perusahaan keluarganya ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Ia memberikan salah satu aset terbesar milik Salim Group, yaitu Bank Central Asia (BCA) sehingga Indofood kini menjadi usaha utama dari grup ini.
Predikat pengusaha tangguh menempel pada Anthony setelah gagalnya negosiasi pemerintah untuk mengambil perusahaan Indofood dan First Pacific. Sebanyak 107 perusahaan yang ia berikan ke BPPN merupakan saham minoritas atau perusahaan yang tidak signifikan.
Pada tahun 2004, akhirnya Salim Group memiliki Surat Keterangan Lunas dari pemerintah yang membebaskan hutangnya kepada pemerintah. Akibat perubahan politik setelah 1998, ia menjauhkan dirinya dari kekuasaan dan rekan bisnis lama keluarganya.
Ia mulai menebarkan kiprahnya seiring membaiknya ekonomi Indonesia dan Asia. Berbagai ekspansi ia lakukan untuk mengembangkan Salim Group.
Contohnya adalah ia mengakuisisi perusahaan telekomunikasi terbesar milik Filipina, PLDT. Lalu usaha itu bercabang ke berbagai sektor seperti media massa, distribusi air, pembangkit listrik, infrastruktur, dan masih banyak lainnya.
Hingga kini, Anthony berhasil mengakuisisi banyak perusahaan lokal maupun internasional. Seperti Perusahaan Pinehill Company Ltd sebagai produsen Indomie di luar negeri dan kerja sama antara Bakrie Group di dalam PT Bumi Resources Tbk. Kini, Anthony Salim menduduki posisi tiga sebagai orang terkaya di Indonesia.