Berkas Perkara dan Tersangka Korupsi Helikopter AW-101 Diserahkan ke Jaksa

Forumterkininews.id, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melimpahkan berkas perkara barang bukti dan tersangka Irfan Kurnia Saleh (IKS) dalam kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter angkut Agusta Westland (AW)-101 di TNI Angkatan Udara ke jaksa penuntut umum (JPU).

“Tim jaksa, Selasa (20/9) telah menerima penyerahan tersangka dan barang bukti dari tim penyidik untuk tersangka IKS alias JIK (Jhon Irfan Kenway). Setelah kelengkapan isi berkas perkara dari hasil pemeriksaan tim jaksa terpenuhi dan tercukupi untuk syarat formal dan materil,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri di Jakarta, Rabu (21/9).

Tersangka Irfan Kurnia Saleh merupakan Direktur PT Diratama Jaya Mandiri (DJM) dan pengendali PT Karsa Cipta Gemilang (KCG).

Ali menjelaskan penahanan terhadap tersangka Irfan tetap dilanjutkan oleh tim jaksa selama 20 hari, terhitung sejak 20 September sampai 9 Oktober 2022 di Rutan KPK, Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.

“Pelimpahan berkas perkara dan surat dakwaan segera dilaksanakan tim jaksa dalam waktu 14 hari kerja ke pengadilan tipikor,” ujarnya.

Sebelumnya KPK telah menahan Irfan pada 24 Mei 2022 usai ditetapkan sebagai tersangka pada Juni 2017.

Diketahui, dalam konstruksi perkara, pada Mei 2015, Irfan bersama Lorenzo Pariani (LP), salah satu pegawai perusahaan AW, menemui Mohammad Syafei (MS) yang saat itu menjabat sebagai Asisten Perencanaan dan Anggaran Kepala Staf TNI AU berpangkat Marsekal Muda TNI (bintang dua) di Markas Besar TNI AU Cilangkap, Jakarta Timur.

Dalam pertemuan itu, terdapat pembahasan di antaranya terkait pengadaan helikopter AW-101 dengan konfigurasi VIP/VVIP TNI AU.

Di lingkungan TNI AU, hanya ada satu skuadron udara yang memiliki armada dalam konfigurasi VIP/VVIP. Yaitu Skuadron Udara 17 VVIP. Kemudian organnya dimekarkan menjadi Skuadron Udara 45 VVIP (khusus helikopter angkut kepresidenan).

BACA JUGA:   Teddy Minahasa Hadapi Tuntutan Jaksa di Sidang Kasus Narkotika 
Modus

Tersangka Irfan Kurnia Saleh, yang juga salah satu agen AW, diduga memberikan penawaran harga pada Mohammad Syafei dengan mencantumkan harga satu unit helikopter AW-101 senilai 56,4 juta dolar AS. Sedangkan harga pembelian yang disepakati Irfan dengan pihak AW untuk satu unit helikopter AW-101 senilai 39,3 juta dolar AS.

Selanjutnya, pada November 2015, panitia pengadaan helikopter AW-101 VIP/VVIP TNI AU mengundang Irfan untuk hadir dalam tahap pra-kualifikasi. Dimana Panitia menunjuk langsung PT DJM sebagai pemenang proyek. Hal itu tertunda karena ada arahan Pemerintah untuk menunda pengadaan tersebut karena pertimbangan kondisi ekonomi nasional.

Pada 2016, pengadaan helikopter AW-101 VIP/VVIP TNI AU kembali dilanjutkan dengan nilai kontrak Rp738,9 miliar. Metode lelang dilakukan melalui pemilihan khusus yang hanya diikuti dua perusahaan.

Dalam tahapan lelang itu, KPK menduga panitia lelang melibatkan dan mempercayakan Irfan menghitung nilai harga perkiraan sendiri (HPS) kontrak pekerjaan. Harga penawaran yang diajukan Irfan masih sama dengan harga penawaran pada 2015. Yakni senilai 56,4 juta dolar AS, dan disetujui pejabat pembuat komitmen (PPK).

Irfan juga diduga aktif melakukan komunikasi dan pembahasan khusus dengan Fachri Adamy (FA) selaku pejabat pembuat komitmen (PPK).

Terkait persyaratan lelang yang hanya mengikutkan dua perusahaan, Irfan diduga menyiapkan dan mengkondisikan dua perusahaan miliknya mengikuti proses lelang dan disetujui PPK.

Irfan juga diduga telah menerima 100 persen pembayaran. Faktanya, ada beberapa jenis pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi dalam kontrak. Di antaranya tidak terpasangnya pintu kargo dan jumlah kursi yang berbeda.

KPK menduga perbuatan tersangka Irfan Kurnia Saleh mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp224 miliar dari nilai kontrak Rp738,9 miliar.

Artikel Terkait