Danantara Bingung dengan Pembayaran Utang Whoosh: Kita Evaluasi, Opsi Terbaik

CEO Danantara Rosan Roeslani mengaku masih bingung dengan pembayaran utang Whoosh atau Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
Proyek peninggalan Presiden RI ke-7 Joko Widodo atau Jokowi, memiliki utang diperkirakan mencapai sekitar US$7,2 miliar atau sekitar Rp116 triliun (kurs Rp16.186 per dolar AS).
Utang utama Whoosh kepada China Development Bank (CDB) sekitar US$5,4 miliar atau Rp81,37 triliun, dengan sisanya berasal dari modal gabungan pemegang saham Indonesia dan China.
Baca Juga: Profil 10 Managing Director Danantara
Selain utang pokok, proyek ini juga menanggung bunga pinjaman sebesar sekitar 3,5-4% per tahun, dengan beban bunga tahunan yang ditaksir mencapai Rp2 triliun.
Proyek ini masih mengalami kerugian operasional dan jauh dari titik impas sehingga kewajiban utang dan bunga menjadi beban besar.
Danantara. [Istimewa]
Baca Juga: Baru Diluncurkan Presiden Prabowo, Ini Makna dan Tujuan Danantara
"Saya juga bingung ya, karena kita kan lagi evaluasi. dan kita juga belum, Danantara berbicara ke pihak lain (kementerian terkait)," kata Rosan dalam keterangannya dikutip, Rabu 15 Oktober 2025.
Menurutnya, penyelesaian utang kereta cepat terstruktur dan terukur. Pihaknya, pasti akan terbuka dengan publik setelah memang pekerjaan telah menemukan hasil.
“Kita kan sistem pekerjaan seperti itu, jadi semuanya terstruktur, terukur. Lalu apa hasilnya baru kita bicara ke publik. Kita sih sistem pekerjaan seperti itu,” ujar Rosan.
Lebih lanjutnya, Danantara juga akan duduk bersama semua pihak untuk membaca nasib utang kereta cepat yang sangat besar.
"Kita evaluasi, opsi mana yang terbaik," tukasnya.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. [Dok. Kemenkeu]
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menjadi sorotan karena menolak keras agar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) digunakan untuk menanggung utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau proyek kereta cepat yang diberi nama Whoosh.
Purbaya menegaskan bahwa pembayaran utang tersebut merupakan tanggung jawab BPI Danantara Indonesia sebagai holding BUMN yang membawahi proyek ini, karena mereka sudah memiliki manajemen dan kemampuan finansial sendiri.
Menurut Purbaya, Danantara telah menerima dividen sekitar Rp 80 triliun dalam satu tahun sehingga seharusnya mampu mengelola masalah utang secara mandiri tanpa membebani APBN.
Ia menolak agar pemerintah menggunakan dana publik untuk menutupi kerugian atau kewajiban utang proyek tersebut, dan mendorong agar solusi pembiayaan yang dicari melalui skema lain yang tidak membebani keuangan negara.