Menkeu Tolak Bayar, Ketua DEN Luhut: Pelunasan Utang KCIC tak Butuh Bantuan APBN

Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan, pelunasan utang KCIC (Kereta Cepat Indonesia China) tidak membutuhkan bantuan tambalan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Tidak ada yang pernah meminta APBN. Restrukturisasi. Saya sudah bicara dengan China karena saya dari awal mengerjakan itu,” tegas Luhut, dilansir Antara.
Menurutnya, Prabowo bakal membentuk tim yang membahas strategi pembayaran utang KCIC. Ia juga berkoordinasi dengan Chief Executive Officer (CEO) Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara Rosan Roeslani dan sepakat bahwa penyelesaian utang proyek ini perlu ditangani bersama.
Baca Juga: Ternyata Ini Alasan Bos Danantara Ganti Dirut Garuda Indonesia
Luhut Pandjaitan/Foto: Instagram luhut.pandjaitan
Terkait skema pembayaran, Luhut mengatakan penyelesaian utang KCIC akan menggunakan skema restrukturisasi, meski ia belum memastikan sumber dana untuk membayar utang. Dia pun terbuka dengan opsi membayar utang dengan dividen BUMN.
Ia pun mengingatkan bahwa transportasi publik tidak didesain untuk mencari keuntungan. Transportasi umum, kata dia, selalu membutuhkan subsidi pemerintah.
Baca Juga: Sosok Pandu Sjahrir, Eks TKN Prabowo-Gibran dan Keponakan Luhut yang Kini Jabat CIO Danantara
“Tidak ada transportasi publik di dunia ini yang menguntungkan, selalu banyak subsidi pemerintah. Tapi tentu, harus subsidi yang betul-betul terukur,” tuturnya.
Menkeu Purbaya Tolak Gunakan APBN untuk Utang Whoosh
Dikutip dari FTNews (13/10/2025), Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menjadi sorotan karena menolak keras agar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) digunakan untuk menanggung utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau proyek kereta cepat yang diberi nama Whoosh.
Purbaya menegaskan bahwa pembayaran utang tersebut merupakan tanggung jawab BPI Danantara Indonesia sebagai holding BUMN yang membawahi proyek ini, karena mereka sudah memiliki manajemen dan kemampuan finansial sendiri.
Menurut Purbaya, Danantara telah menerima dividen sekitar Rp 80 triliun dalam satu tahun sehingga seharusnya mampu mengelola masalah utang secara mandiri tanpa membebani APBN.
Ia menolak agar pemerintah menggunakan dana publik untuk menutupi kerugian atau kewajiban utang proyek tersebut, dan mendorong agar solusi pembiayaan yang dicari melalui skema lain yang tidak membebani keuangan negara.
Rosan Bingung
Di sisi lain, CEO Danantara Rosan Roeslani mengaku masih bingung dengan pembayaran utang Whoosh atau Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
Proyek peninggalan Presiden RI ke-7 Joko Widodo atau Jokowi, memiliki utang diperkirakan mencapai sekitar US$7,2 miliar atau sekitar Rp116 triliun (kurs Rp16.186 per dolar AS).
CEO Danantara Rosan Roeslani/Foto: Instagram
Utang utama Whoosh kepada China Development Bank (CDB) sekitar US$5,4 miliar atau Rp81,37 triliun, dengan sisanya berasal dari modal gabungan pemegang saham Indonesia dan China.
Selain utang pokok, proyek ini juga menanggung bunga pinjaman sebesar sekitar 3,5-4% per tahun, dengan beban bunga tahunan yang ditaksir mencapai Rp2 triliun.
Proyek ini masih mengalami kerugian operasional dan jauh dari titik impas sehingga kewajiban utang dan bunga menjadi beban besar. "Saya juga bingung ya, karena kita kan lagi evaluasi. dan kita juga belum, Danantara berbicara ke pihak lain (kementerian terkait)," kata Rosan dalam keterangannya dikutip, Rabu 15 Oktober 2025.
Menurutnya, penyelesaian utang kereta cepat terstruktur dan terukur. Pihaknya, pasti akan terbuka dengan publik setelah memang pekerjaan telah menemukan hasil.
“Kita kan sistem pekerjaan seperti itu, jadi semuanya terstruktur, terukur. Lalu apa hasilnya baru kita bicara ke publik. Kita sih sistem pekerjaan seperti itu,” ujar Rosan.
Danantara juga akan duduk bersama semua pihak untuk membaca nasib utang kereta cepat yang sangat besar. "Kita evaluasi, opsi mana yang terbaik," tukasnya.