Dari Limbah Kayu ke Ratusan Juta: Kisah Alumnus UMY dan Goedang Kayu
“Banyak konsumen yang sebenarnya kesulitan menemukan furnitur dengan ukuran yang pas di pasaran,” jelas Sigit saat diwawancarai oleh Humas UMY. Ia menambahkan bahwa keberadaan Goedang Kayu adalah untuk menjawab tantangan tersebut, yaitu menawarkan solusi furnitur yang tidak hanya fungsional tetapi juga memperhatikan nilai estetika.
Dalam perjalanannya, bisnis ini tidak selalu berjalan mulus. Masa pandemi Covid-19 menjadi ujian yang sangat berat. Saat itu, permintaan akan souvenir wisuda yang menjadi salah satu produk andalannya anjlok drastis karena segala bentuk acara seremonial dibatalkan.
Namun, Sigit tidak menyerah. Kondisi sulit justru ia jadikan sebagai momentum untuk melakukan transformasi besar-besaran. Ia pun mengambil keputusan berani untuk mengalihkan fokus usaha sepenuhnya ke bidang furnitur custom. “Tantangan terberat waktu pandemi, tidak ada wisuda, tidak ada pesanan. Kami harus cepat beradaptasi,” kenangnya.
Keputusan untuk banting setir tersebut ternyata membuka pintu peluang baru yang lebih luas. Pasar untuk furnitur custom justru menunjukkan potensi yang besar. Transforrmasi ini menjadi titik balik yang mengantarkan Goedang Kayu pada pertumbuhan yang signifikan.
Kesuksesan Goedang Kayu juga tidak lepas dari dukungan almamater, UMY. Sigit mengakui bahwa ia pernah menerima pembiayaan total hingga Rp22 juta dari berbagai program kewirausahaan kampus, seperti yang dikelola oleh
Kementerian dan Student Entrepreneurship and Business Incubator (SEBI). Dana awal ini sangat vital untuk pembelian peralatan dan bahan baku.
Pada puncaknya, omzet Goedang Kayu bahkan pernah menyentuh angka yang fantastis, yaitu Rp100 juta dalam satu bulan. Peningkatan permintaan biasanya terjadi pada momen-momen spesial seperti menjelang bulan Ramadan dan hari raya Idul Fitri.
Manfaatkan Digital
Di era digital seperti sekarang, Sigit sadar betul pentingnya pemasaran online. Ia aktif mempromosikan karya-karya terbaik
Goedang Kayu melalui berbagai platform media sosial. Instagram, Facebook, dan TikTok dimanfaatkan untuk menampilkan portofolio, proses pengerjaan, hingga testimoni pelanggan yang puas.
Strategi digital ini dinilainya sangat efektif untuk membangun kepercayaan calon konsumen dan sekaligus memperluas jangkauan pasar. Bagi Sigit, kunci utama bisnis di era digital adalah konsistensi dalam branding dan komunikasi yang aktif dan responsif dengan konsumen.
Untuk masa depan, Sigit memiliki sejumlah rencana pengembangan. Meski saat ini operasional masih terpusat di Yogyakarta karena pertimbangan logistik, ia berambisi untuk memperluas jangkauan pemasarannya.
Ia juga sedang mempersiapkan ruang display permanen agar calon pelanggan dapat melihat dan merasakan langsung kualitas produknya.
Kepada para mahasiswa dan alumni muda, Sigit berpesan agar tidak menyia-nyiakan masa kuliah. “Setelah lulus, kita harus benar-benar mengandalkan diri sendiri.
Maka manfaatkan waktu kuliah sebaik mungkin,” pungkasnya. Ia menekankan bahwa kampus menyediakan banyak peluang dan dukungan yang luar biasa untuk mengeksplorasi ide-ide bisnis sebelum benar-benar terjun ke dunia nyata.
Sumber: UKM Indonesia