Dugaan Pelanggaran Selibat Imam di Atambua, Klarifikasi Resmi Dinantikan
Informasi mengenai dugaan pelanggaran komitmen selibat yang melibatkan seorang imam diosesan berinisial RMK di wilayah Keuskupan Atambua, Nusa Tenggara Timur, mencuat ke ruang publik dalam beberapa hari terakhir.
Kasus yang berawal dari pemberitaan media lokal ini menarik perhatian luas, terutama terkait tanggung jawab moral serta perlindungan terhadap perempuan dalam institusi keagamaan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun dari sejumlah media daring lokal, RMK yang berasal dari Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) diduga menjalin hubungan dengan seorang perempuan berinisial DU, warga Kabupaten Belu, pada tahun 2017.
Baca Juga: Gegara ini, Kanwil Kemenkumham NTT Raih Empat Penghargaan
Hubungan tersebut dilaporkan berujung pada kehamilan.
Laporan media menyebutkan bahwa DU melahirkan seorang anak laki-laki di Rumah Sakit Umum Daerah Mgr Gabriel Manek SVD, Atambua, pada Desember 2017. Pihak keluarga perempuan tersebut mengklaim bahwa RMK merupakan ayah biologis dari anak yang dilahirkan.
Baca Juga: Agus Tolak Rencana Donasi Rp 1,3 M Diberikan ke Korban Bencana Gunung Lewotobi
Janji Tanggung Jawab yang Terputus
Pihak keluarga korban, melalui keterangan kakak kandung DU, mengungkapkan bahwa sempat dilakukan upaya mediasi antara kedua belah pihak.
Dalam proses tersebut, RMK disebut berjanji memberikan tanggung jawab finansial berupa bantuan bulanan sebesar Rp1 juta untuk kebutuhan anak.
Namun, bantuan tersebut dikabarkan hanya berjalan selama beberapa bulan sebelum akhirnya terhenti tanpa kejelasan. Selain itu, keluarga juga mengklaim pernah ada tekanan agar kandungan tersebut digugurkan, permintaan yang kemudian ditolak oleh pihak keluarga perempuan.
Kasus Dugaan Imam Langgar Selibat Di Ntt Gereja Belum Beri Pernyataan
Klarifikasi yang Masih Dinantikan
Hingga laporan ini disusun, belum ada pernyataan resmi dari Keuskupan Atambua terkait dugaan pelanggaran tersebut, termasuk mengenai status pelayanan RMK maupun langkah internal yang diambil pihak gereja.
Upaya konfirmasi kepada otoritas gereja setempat masih terus dilakukan untuk memperoleh penjelasan resmi dan berimbang.
Catatan redaksi: Seluruh informasi dalam laporan ini bersumber dari klaim keluarga perempuan dan pemberitaan media lokal. Hingga saat ini, belum terdapat keterangan resmi dari kepolisian maupun pihak Keuskupan terkait proses hukum atau pemeriksaan internal atas dugaan tersebut.
Sorotan terhadap Kerentanan Perempuan
Munculnya kasus ini kembali menyoroti isu kerentanan perempuan dalam relasi kuasa, khususnya yang melibatkan tokoh agama. Aktivis kemanusiaan di NTT menilai bahwa posisi perempuan dalam kasus semacam ini kerap berada dalam tekanan sosial dan moral yang berat, sehingga membutuhkan perlindungan dan pendampingan yang memadai.
Data sejumlah lembaga menunjukkan bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di NTT masih memerlukan perhatian serius dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, publik diimbau untuk tetap tenang, tidak melakukan penghakiman sepihak, serta menunggu klarifikasi resmi dari lembaga yang berwenang demi menjaga integritas proses yang sedang berjalan.