Ethiopia Tukar Utang Dolar Jadi Yuan
Pemerintah Ethiopia sedang bernegosiasi dengan Tiongkok untuk mengonversi sebagian utangnya sebesar US$5,38 miliar (sekitar Rp86,1 triliun) menjadi pinjaman berdenominasi yuan, mengikuti langkah Kenya yang lebih dulu melakukannya.
Upaya ini sejalan dengan ambisi Beijing untuk memperluas penggunaan mata uangnya di kancah global.
Baca Juga: Jepang Kerahkan Pesawat Tempur Setelah Drone China Terdeteksi Dekat Pulau Yonaguni
Gubernur Bank Sentral Ethiopia, Eyob Tekalign, mengatakan bahwa pembahasan pertukaran mata uang ini telah dilakukan bersama Bank Ekspor-Impor Tiongkok dan Bank Rakyat Tiongkok (PBoC) saat kunjungannya ke Beijing bulan lalu.
“Tiongkok adalah mitra ekonomi yang sangat penting bagi kami. Volume perdagangan dan investasi terus meningkat. Maka wajar jika kami mengupayakan pertukaran mata uang dan konversi pinjaman. Kami sudah mengajukan permintaan resmi dan kini sedang dalam proses,” ujar Eyob dalam wawancara di Washington, 17 Oktober lalu, di sela pertemuan tahunan Dana Moneter Internasional (IMF).
Langkah Ethiopia ini menambah daftar negara yang mulai beralih ke yuan dalam pembiayaan luar negerinya, termasuk Sri Lanka, Hongaria, dan Kenya.
Baca Juga: Tiongkok Bakal Unjuk Peralatan Tempur Terbaru di Parade Peringatan 80 Tahun Menyerahnya Jepang
Yuan Makin Dilirik, Dolar Mulai Ditinggalkan
Ilustrasi mata uang yuan. (Meta AI)
Meskipun dolar AS masih mendominasi pasar utang global, penggunaan yuan semakin meningkat. Hal ini didorong oleh kebijakan Amerika Serikat yang kerap berubah-ubah, membuat banyak negara mulai mempertimbangkan diversifikasi cadangan devisanya.
Ethiopia sendiri merupakan anggota BRICS, kelompok ekonomi beranggotakan 10 negara termasuk Indonesia, Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan.
BRICS secara terbuka mendorong kebijakan “de-dolarisasi” untuk mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS.
Menurut Lesetja Kganyago, Gubernur Bank Sentral Afrika Selatan, langkah Ethiopia ini sejalan dengan strategi besar Tiongkok untuk menginternasionalisasi yuan.
“Suku bunga acuan Tiongkok saat ini 3 persen, jauh lebih rendah dibandingkan 7,25 persen di AS. Ini tentu lebih menguntungkan bagi negara-negara debitur,” ujarnya.
Kenya Hemat Ratusan Juta Dolar, Zambia Juga Tertarik
Ilustrasi mata uang yuan. (Meta AI)
Kesepakatan serupa sebelumnya telah disetujui Kenya dengan Tiongkok bulan lalu.
Pemerintah Kenya memperkirakan langkah ini akan menghemat US$215 juta (sekitar Rp3,4 triliun) per tahun dalam pembayaran bunga.
Negara lain seperti Zambia, yang juga memiliki utang besar ke Tiongkok, kini tengah mempelajari skema tersebut.
“Kami melihat adanya peluang penghematan besar. Meski belum bisa saya ungkapkan berapa jumlah utang yang akan dikonversi, kami sangat antusias dengan pembicaraan ini,” kata Eyob.
IMF menilai kebijakan ini bisa berdampak positif, terutama bagi negara-negara Afrika yang memiliki porsi utang besar ke Tiongkok.
“Saya pikir langkah seperti ini akan memberikan penghematan signifikan, asalkan dilakukan dengan hati-hati,” ujar Abebe Selassie, Direktur IMF untuk Afrika.
Ethiopia Masih Berjuang Keluar dari Krisis Utang
Berdasarkan data IMF per Juni 2024, total utang Ethiopia ke Tiongkok mencapai US$5,38 miliar.
Negara berpenduduk 130 juta jiwa ini sempat gagal bayar pada 2023 dan kini tengah bernegosiasi untuk restrukturisasi utang senilai US$15 miliar (Rp240 triliun).
Pada Juli lalu, Ethiopia menandatangani nota kesepahaman dengan para kreditornya yang diketuai Tiongkok dan Prancis.
Namun, pembicaraan dengan pemegang Eurobond senilai US$1 miliar (Rp16 triliun) masih menemui jalan buntu.
“Kami memang menghadapi negosiasi yang sulit, tapi bukan berarti berhenti. Saya optimistis semuanya akan selesai,” kata Eyob.
Ia menegaskan bahwa pemerintah menargetkan penyelesaian perjanjian bilateral dengan para kreditur resmi sebelum akhir tahun ini, dan dengan kreditur non-obligasi pada Maret 2026.
Sumber: The Hindu Business Line