Hadapi Perubahan Iklim, "Brand" Pakaian Ini Beradaptasi
Lifestyle

FTNews - Seiring waktu berjalan, semakin terasa ancaman perubahan iklim itu nyata. Perubahan-perubahan tersebut membuat iklim tidak sesuai dengan perkiraan manusia.
Menghadapi permasalahan ini, sebuah brand baju asal Spanyol ingin membuat para pelanggannya lebih nyaman dalam menghadapi permasalahan ini.
Melansir Reuters, brand Mango, asal Spanyol, akan beradaptasi terkait permasalahan perubahan iklim. CEO Mango, Tono Ruiz, mengatakan bahwa perubahan iklim membuat fashion kurang seasonal.
Baca Juga: Sang Putri Ungkap Alasan Ikang Fawzi Manggung 9 Hari Usai Marissa Haque Meninggal
Biasanya, mereka menyesuaikan pakaian yang mereka buat dengan musim yang sedang berlangsung. Kali ini, Mango ini ingin membuat pakaian di mana para penggunanya dapat menggunakannya pada musim dingin maupun panas.
“Sebelumnya, saat musim panas telah selesai, toko-toko penuh dengan pakaian musim salju,†jelas Ruiz kepada Reuters.
“Banyak pelanggan akan mencari apa yang mereka perlukan pada saat itu,†lanjutnya.
Baca Juga: Sambut Indonesia Emas 2024, Kurikulum Pendidikan Internasional Bisa Jadi Solusi
Toko retail Mango. Foto: Mango Fashion Group
Spanyol dan beberapa negara di Eropa mengalami temperatur yang tinggi dalam periode satu tahun. Oleh karena itu, tren pakaian pun juga akan berubah.
Contohnya, light trench coat adalah pakaian perempuan yang cocok dalam transisi musim. Selain itu, Mango juga menyediakan pakaian dengan menggunakan kain “performa†bagi para pria agar dapat bekerja lebih baik di waktu panas.
Dalam beberapa tahun terakhir, Mango beralih ke barang-barang yang sedang ngetren dari produsennya di Eropa. Sementara itu, produsen di Asia lebih fokus ke pakaian yang fungsional.
“Kami memiliki keahlian untuk bekerja di dua dunia paralel, tergantung dari kebutuhan dan sifat dari produk,†ungkap Ruiz.
Saat ini, Mango memiliki sebanyak 3.000 pabrik yang tersebar di China, Turki, India, Bangladesh, Spanyol, Italia, dan Portugal. Sebanyak 40 persen dari pemberi suplai berasal Eropa, tetapi sebanyak 80 persen masih dibuat dari Asia.
Selain itu, Mango menggunakan bantuan artificial intelligence (AI) untuk membantu memantau tren di sosial media. Lalu, data-data tersebut akan mereka kroscek dengan para konsumen.