Hak Keuangan Dicabut, Nafa Urbach, Eko Patrio, dan Uya Kuya Tak Lagi Terima Gaji DPR
Nasional

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mencabut seluruh hak keuangan lima anggotanya yang dinonaktifkan, yakni Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Eko Patrio, Uya Kuya, dan Adies Kadir.
Keputusan ini diumumkan Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, pada Jumat (5/9/2025). Ia menegaskan, anggota DPR yang dinonaktifkan otomatis tidak lagi menerima gaji, tunjangan, maupun fasilitas jabatan.
Baca Juga: Viral Video Ramalan Hard Gumay Dulu tentang Uya Kuya, Netizen: Meleset Dikit Gak Apa-Apa
Tekanan Publik dan Sorotan Gaya Hidup
Kolase Sahroni dan Nafa Urba (Instagram)
Langkah tegas DPR datang di tengah derasnya kritik publik soal gaya hidup mewah anggota dewan, yang dianggap berbanding terbalik dengan kondisi ekonomi rakyat. Gelombang unjuk rasa dalam beberapa pekan terakhir menyoroti tingginya anggaran DPR, termasuk gaji dan fasilitas legislator.
Dengan pencabutan hak keuangan ini, DPR berharap bisa meredam kemarahan publik sekaligus menunjukkan komitmen transparansi anggaran. Namun, sejumlah pengamat menilai kebijakan ini sebatas “damage control” dan belum menyentuh akar masalah.
Baca Juga: Rumah Uya Kuya Jadi yang Ketiga Digeruduk dan Dijarah Massa
Figur Populer Jadi Sorotan
Kolase Uya dan Eko
Nama-nama yang terdampak cukup dikenal publik. Ahmad Sahroni, politisi flamboyan, kini kehilangan tunjangannya. Nafa Urbach, artis yang banting setir ke politik, ikut masuk daftar. Lalu ada Eko Patrio dan Uya Kuya, dua figur hiburan yang kini berkiprah di politik, serta Adies Kadir dari Partai Golkar.
Bagi masyarakat, pencabutan hak keuangan dipandang sebagai konsekuensi logis, karena kelimanya tak lagi aktif menjalankan tugas kedewanan.
Tuntutan Reformasi Lebih Besar
Meski diapresiasi, kebijakan ini dianggap baru langkah awal. Publik menuntut adanya reformasi menyeluruh terkait sistem gaji, tunjangan, serta mekanisme penonaktifan anggota DPR. Transparansi aturan dinilai penting agar keputusan tidak dipandang sebagai manuver politik, melainkan tindakan adil.
Ke depan, masyarakat menunggu apakah langkah DPR kali ini menjadi momentum reformasi kelembagaan atau hanya strategi sementara meredam kritik. Yang jelas, isu akuntabilitas dan pengelolaan anggaran DPR masih akan terus menjadi sorotan publik.