Harga Rokok Naik, Larang Penjualan Ketengan
Sosial Budaya

FTNews - Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) merilis angka konsumsi rokok pada usia remaja di Indonesia sangat tinggi. Keterjangkauan rokok menjadi tantangan utama menurunkan prevalensi perokok muda. Produk tembakau dijual dengan harga sangat murah dan bisa diecer.
Hasil riset yang dirilis Desember 2023 itu, CISDI mendapati 70 persen koresponden siswa SMP-SMA mengakui membeli rokok batangan saat mencoba rokok pertama kali. Pembelian rokok batangan oleh remaja berhubungan dengan kebiasaan merokok tidak rutin serta merokok 5 batang atau kurang per hari.
Dengan harga rokok Rp 1.000 per batang tentu memudahkan akses pelajar membelinya. Dari pembelian rokok batangan murah secara berulang membuat remaja akhirnya mengeluarkan uang antara Rp3.000 hingga Rp200.000 setiap minggu. Jumlah ini setara dengan separuh pengeluaran per kapita mingguan rata-rata penduduk Indonesia.
Baca Juga: Kader PKS Diminta Aktif Mengadvokasi Korban Kekerasan Seksual
Di awal Januari 2024 pemerintah pun menaikkan cukai rokok 10 persen. Artinya harga jual rokok akan lebih mahal. Penerapan cukai berlaku pada barang yang konsumsinya perlu pengendalian. Peredarannya perlu pengawasan. Menimbulkan efek negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup. Serta pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.
Senior Research Officer for Tobacco Control CISDI Gea Melinda menilai kenaikan cukai rokok masih menjadi instrumen pengendalian tembakau yang efektif dan efisien.
"Karena mendorong agar harga rokok tidak terjangkau, terutama bagi perokok usia dini," katanya kepada FTNews, di Jakarta, Selasa (2/2).
Baca Juga: Begini Lima Ciri Penceramah Radikal Versi BNPT
Walau demikian lanjutnya, kenaikan cukai rokok ini harus diikuti dengan kebijakan lain seperti simplifikasi layer tarif cukai rokok. Serta larangan penjualan rokok secara batangan.
CISDI dalam sebuah diskusi kelompok dengan siswa di Jakarta Selatan, menemukan informasi sebagian besar mencoba merokok pertama kali sejak sekolah dasar.
Merokok membahayakan kesehatan termasuk juga anak. Foto: JMI
Cegah Perokok Anak
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Aries Adi Leksono menyambut positif kenaikan cukai rokok untuk menekan perokok anak.
Tak sebatas di situ, ada hal strategis lainnya yakni dengan membatasi iklan rokok di media sosial, televisi maupun di sarana umum lain.
"Batasi pula jual beli rokok ketengan karena banyak anak kecil yang membeli dengan cara itu. Harus dibatasi dan ditindak tegas," kata Aries.
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama ini juga mendorong semua daerah berkomitmen untuk membatasi area terbuka rokok. Hal ini akan berpengaruh pada cara pandang anak untuk meniru.
Berimplikasi pada kesehatan anak. Apalagi perokok pasif dampaknya juga negatif. Merokok menimbulkan dampak negatif. Gangguan kesehatan, daya tahan tubuh rentan terhadap penyakit.
"Merokok juga menimbulkan kecanduan. Kemudian akan membuka pintu mengonsumsi hal-hal yang dilarang seperti narkoba dan miras," ucapnya.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan menemukan jumlah perokok anak usia 10-18 tahun terus meningkat. Jika pada tahun 2013 berada di angka 7,2 persen, jumlah perokok anak usia 10-18 tahun pada tahun 2018 menjadi 9,1 persen atau sekitar 3,2 juta anak.