FTNews - Setiap tanggal 22 April, seluruh masyarakat dunia merayakan sebuah hari perayaan sebagai bentuk dukungan mereka terhadap perlindungan lingkungan. Hari tersebut merupakan Hari Bumi atau Earth Day.
Sebagai penduduk Bumi, manusia harus dapat menjaga lingkungan agar kehidupan di Bumi ini akan dapat terus berlangsung. Karena, salah satu permasalahan sangat besar yang saat ini Bumi hadapi adalah perubahan iklim.
Saat ini, perubahan iklim menjadi musuh utama bagi makhluk hidup di Bumi ini. Oleh karena itu, terdapat sebuah perjanjian yang bernama Paris Agreement pada tahun 2016 yang diikuti oleh lebih dari 120 negara.
Dalam perjanjian ini, seluruh negara yang berpartisipasi wajib untuk mengurangi emisi gas rumah kaca mereka. Sehingga, peningkatan suhu di Bumi ini tidak meningkat lebih dari 1,5 derajat celcius dari sebelum revolusi industri terjadi.
Meskipun begitu, bukan berarti Bumi tidak mengalami permasalahan setelah adanya perjanjian tersebut. Berikut permasalahan-permasalahan di Bumi yang terjadi pada tahun 2023 silam.
Kenaikan Suhu Bumi
[caption id="attachment_138438" align="alignnone" width="696"]
Ilustrasi termometer menunjukkan suhu tinggi. (Foto: Freepik)
Copernicus Climate Change Service (C3S) mencatat bahwa tahun 2023 merupakan tahun terpanas Bumi. Pasalnya, suhu rata-ratanya mencapai 14,98 derajat celcius, 0,17 derajat celcius lebih tinggi dari rekor sebelumnya pada tahun 2016.
Pada bulan Juni hingga Desember, Bumi berada di kondisi terpanasnya dalam 2023, di mana puncaknya berada di bulan Juli dan Agustus 2023.
C3S memperkirakan penyebab dari kenaikan suhu ini berasal dari gas rumah kaca, El Nino, dan kejadian-kejadian lainnya.
“Hal-hal ekstrem yang kami amati selama beberapa bulan terakhir memberikan kesaksian dramatis tentang seberapa jauh kita sekarang dari iklim di mana peradaban kita berkembang,†komentar Carlo Buontempo, Direktur C3S.
Emisi Metana Capai Rekor Tertinggi
[caption id="attachment_162341" align="alignnone" width="696"]
Ilustrasi perusahaan minyak dan gas. Foto: canva
Berdasarkan laporan dari International Energy Agency (IEA), emisi gas metana dari sektor energi raih titik tertingginya pada tahun 2023.
Padahal, perusahaan-perusahaan bidang energi sudah berkomitmen untuk berbenah dan menutup kebocoran metana dari infrastruktur mereka.
IEA mencatat sebanyak 120 juta metrik ton gas metana berkeliaran di atmosfer Bumi.
Pada tahun 2023, terjadi banyak kebocoran yang berasal dari infrastruktur bahan bakar fosil. Jika membandingkannya dengan tahun 2022, terjadi lonjakan kebocoran sekitar 50 persen di tahun 2023.
Salah satu insiden terbesarnya adalah ledakan sumur yang terjadi di Kazakhstan. Di mana, terjadi kebocoran gas metana yang berlangsung hingga 200 hari.
Pemutihan Terumbu Karang
[caption id="attachment_168423" align="alignnone" width="696"]
Pemutihan yang terjadi pada terumbu karang. Foto: canva
Salah satu akibat dari perubahan iklim adalah kenaikan suhu air di laut. Perubahan suhu ini menyebabkan biota-biota laut mengalami permasalahan juga.
Salah satu biota laut yang terdampak adalah terumbu karang. Pasalnya, terumbu karang-terumbu karang di 54 negara mengalami pemutihan atau coral bleaching.
Coral Reef Watch mengatakan bahwa peristiwa pemutihan ini sudah berlangsung setidaknya sejak bulan Februari 2023.
“Lebih dari 54 persen dari area terumbu karang di lautan dunia mengalami pemutihan akibat tekanan dari pemanasan,†jelas Derek Manzello, Koordinator Coral Reef Watch.