Hukum

ICC Terbitkan Surat Penangkapan Pemimpin Taliban, Diduga Persekusi Perempuan

09 Juli 2025 | 01:17 WIB
ICC Terbitkan Surat Penangkapan Pemimpin Taliban, Diduga Persekusi Perempuan
Rodrigo Roa Duterte muncul pertama kali di hadapan ICC pada 14 Maret 2025. Tn. Duterte diduga melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pembunuhan, yang diduga dilakukan di Republik Filipina antara 1 November 2011 dan 16 Maret 2019. Saat ini, ia ditahan oleh ICC. (Instagram @internationalcriminalcourt)

Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) resmi mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap dua petinggi Taliban, yakni Pemimpin Tertinggi Haibatullah Akhunzada dan Kepala Hakim Abdul Hakim Haqqani.

rb-1

Keduanya diduga terlibat dalam kejahatan kemanusiaan berupa penganiayaan berbasis gender terhadap perempuan dan anak perempuan di Afghanistan.

Dalam pernyataan resminya, ICC menyebut terdapat “alasan kuat” untuk menduga bahwa kedua tokoh tersebut telah merancang dan menerapkan kebijakan yang secara sistematis menindas perempuan, termasuk melanggar hak atas pendidikan, kebebasan bergerak, berekspresi, beragama, serta hak atas kehidupan pribadi dan keluarga.

Baca Juga: Hari Bersejarah, Rusia Jadi Negara Pertama Akui Pemerintahan Taliban

rb-3

"Meski aturan Taliban berlaku untuk seluruh populasi, anak perempuan dan perempuan menjadi target khusus hanya karena gender mereka," bunyi pernyataan ICC, Selasa (8/7/2025).

Bertentangan dengan Nilai-nilai Taliban

Baca Juga: Terungkap Aksi Brutal Warga Belarus terhadap Balita Afghanistan di Bandara Moskow

Rodrigo Roa Duterte muncul pertama kali di hadapan ICC pada 14 Maret 2025. Tn. Duterte diduga melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pembunuhan, yang diduga dilakukan di Republik Filipina antara 1 November 2011 dan 16 Maret 2019. Saat ini, ia ditahan oleh ICC. (Instagram @internationalcriminalcourt)

Lebih lanjut, pengadilan menambahkan bahwa komunitas dengan identitas atau ekspresi gender tertentu juga turut menjadi korban karena dianggap bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut Taliban.

Menanggapi surat perintah ini, Taliban langsung menolaknya mentah-mentah. Mereka menyebut tuduhan tersebut sebagai “retorika tanpa dasar”. Juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid, menegaskan bahwa kelompoknya tidak mengakui kewenangan ICC, dan menyebut bahwa pengadilan internasional itu gagal melindungi perempuan dan anak-anak di tempat lain seperti Gaza.

“Pemerintah Emirat Islam telah menerapkan keadilan berdasarkan hukum Syariah Islam yang suci,” kata Mujahid.

Jaksa ICC, Karim Khan, sebelumnya mengajukan surat penangkapan ini sejak Januari 2025. Ia menilai bahwa sejak Taliban kembali berkuasa pada 15 Agustus 2021, perempuan dan komunitas LGBTQI+ mengalami penindasan yang “belum pernah terjadi sebelumnya, tidak bermoral, dan sistematis”. Kejahatan tersebut disebut terus berlangsung hingga setidaknya Januari 2025.

Pembatasan terhadap perempuan di bawah pemerintahan Taliban semakin luas. PBB mencatat bahwa sejak Taliban berkuasa, sekitar 1,4 juta anak perempuan dilarang mengakses pendidikan.

Jika ditotal dengan anak-anak yang sebelumnya tidak bersekolah, sekitar 80 persen anak perempuan usia sekolah — atau sekitar 2,5 juta anak — kini kehilangan hak dasar mereka atas pendidikan.

Selain pendidikan, perempuan juga dibatasi dalam sektor pekerjaan, terutama di lembaga non-pemerintah.

Salon kecantikan ditutup, taman dan pusat kebugaran tidak lagi boleh diakses oleh perempuan, bahkan perjalanan jauh tanpa pendamping pria pun dilarang. Aturan lain juga melarang perempuan menyanyi atau membaca puisi di depan umum.

Keputusan ICC Disambut Baik

Rodrigo Roa Duterte muncul pertama kali di hadapan ICC pada 14 Maret 2025. Tn. Duterte diduga melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pembunuhan, yang diduga dilakukan di Republik Filipina antara 1 November 2011 dan 16 Maret 2019. Saat ini, ia ditahan oleh ICC. (Instagram @internationalcriminalcourt)

Amnesty International dan Human Rights Watch (HRW) menyambut baik langkah ICC. Mereka menilai ini sebagai langkah penting dalam penegakan keadilan terhadap pelanggaran hak berbasis gender.

"Ini membawa harapan bagi perempuan dan anak perempuan Afghanistan, serta mereka yang mengalami diskriminasi karena identitas atau ekspresi gendernya," kata Direktur Amnesty International, Agnes Callamard.

Sementara itu, HRW menyerukan dukungan global terhadap ICC dalam upaya menegakkan keadilan, termasuk penangkapan para tersangka.

Meski begitu, tantangan tetap ada. ICC tak memiliki lembaga kepolisian sendiri dan bergantung pada negara-negara anggota untuk menindaklanjuti surat perintahnya.

Beberapa negara bahkan menolak menegakkan keputusan ICC, seperti yang terjadi pada kasus surat penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang juga dituduh melakukan kejahatan perang di Gaza.

Sumber: Aljazeera

Tag afghanistan taliban icc

Terkait

Terkini