Isu Dampak Kenaikan PPN 12 Persen Dinilai Bernuansa Politis
Nasional

Rencana kenaikan PPN 12 persen terus menuai polemik, tak hanya di kalangan masyarakat tapi juga di antara partai politik.
Belum lama ini Ketua DPP PDIP Ganjar Pranowo mengunggah sebuah video di channel YouTubenya, dan menyatakan beban masyarakat akan semakin berat jika terjadi kenaikan PPN 12 persen.
Namun di sisi lain, Partai Gerindra menilai bahwa PDIP lah yang berada di balik kenaikan PPN 12 persen tersebut.
Baca Juga: Pramono Anung Punya Tanda Kehormatan Prestisius, Apa Jasanya?
Melihat silang pendapat itu, kalangan masyarakat sipil akhirnya ikut angkat bicara, salah satunya adalah Koordinator Alumni KM Jayabaya, Yoega Diliyanto.
Ia menilai isu dampak kenaikan PPN menjadi 12 persen saat ini nuansa politisnya sangat kental.
Sebab, menurutnya, kenaikan PPN tersebut sudah disahkan menjadi UU no 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Baca Juga: Tolak Usulan Polri di Bawah Kemendagri, Wakil Ketua Komisi III: Nanti Ngawur
Dalam UU itu disebutkan, kenaikan PPN dari 10 persen menjadi 11 persen pada 1 April 2022 dan menjadi 12 persen pada 2025.
Karena itulah, lanjut Yoega, isu dampak kenaikan PPN 12 persen dijadikan komoditas politik oleh pihak-pihak yang berseberangan dengan pemerintah.
“Pihak-pihak yang memainkan isu tersebut kenaikan PPN menjadi 12 persen jelas ingin menjatuhkan moril pemerintahan Presiden Prabowo Subianto,” ungkap Koordinator Alumni KM Jayabaya ini, pada awak media, Minggu (22/12/2024) malam.
Jika dicermati lebih dalam, isu tersebut kini dimainkan oleh salah satu partai politik yang berada di luar pemerintahan.
Dan dalam pengamatannya, justru partai politik itulah yang memiliki andil dalam lahirnya kebijakan naiknya PPN menjadi 12 persen tahun depan.
“Kita semua tahu DPR RI periode lalu dipimpin oleh siapa,” timpalnya tanpa menyebut partai politik yang dimaksud.
Karena itulah, ia meminta masyarakat tidak mudah terpengaruh dengan isu kenaikan PPN menjadi 12 persen ini.
Sebab ia yakin betul, isu ini murni politis dan publik seakan digiring untuk ikut menyudutkan pemerintahan Prabowo Subianto.
“Rencana kenaikan PPN menjadi 12 persen sudah diundangkan dari 2021 dan hanya ada satu fraksi yang menolak, jadi jelas ini sudah menjadi komoditas politik,” pungkasnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Wihadi Wiyanto mengatakan kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen merupakan keputusan Undang-Undang (UU) Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) merupakan produk legislatif periode 2019-2024 dan diinisiasi oleh PDI Perjuangan (PDIP).
"Kenaikan PPN 12 persen itu adalah merupakan keputusan Undang-Undang (UU) Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan menjadi 11persen tahun 2022 dan 12 persen hingga 2025, dan itu diinisiasi oleh PDI Perjuangan," kata Wihadi dalam keterangan persnya, Minggu (22/12/2024).
Anggota DPR RI Fraksi Gerindra itu mengatakan bahwa Panitia Kerja (Panja) pembahasan kenaikan PPN yang tertuang dalam UU HPP saat itu diketuai oleh Fraksi PDIP.
Karena itulah, Wihadi menilai, sikap PDIP yang saat ini menolak kenaikan PPN menjadi 12 persen sangat bertolak belakang saat membentuk UU HPP itu.