Jampidsus Kejagung Terseret Dugaan Korupsi, Aparat Hukum Diminta Tak Saling Melemahkan
Hukum

Laporan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Anti Korupsi (KSST) yang melibatkan Jampidsus Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah, menarik perhatian Ketua Forum Bersama Bhinneka Tunggal Ika, Dr. Taufan Hunneman.
Taufan berpendapat bahwa laporan tersebut berpotensi menciptakan kondisi saling melemahkan di antara aparat penegak hukum.
Untuk itu, mantan aktivis 1998 ini menekankan pentingnya KPK untuk berfokus pada penguatan sistem antikorupsi, memperluas sosialisasi, dan mengoptimalkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) sebagai langkah pencegahan.
Baca Juga: Tiga Tersangka Penerima Suap Unila Diperpanjang Masa Penahanannya
Ia juga meminta KPK meningkatkan kolaborasi dengan lembaga penegak hukum lainnya dalam upaya memberantas korupsi, alih-alih terjebak dalam praktik saling menjatuhkan.
“KPK seharusnya tidak meniru budaya melemahkan aparat penegak hukum lainnya, seperti dengan menargetkan Jampidsus dan sebagainya,” ujar Taufan kepada awak media pada Rabu (12/2/2025).
Lebih jauh, Taufan mengingatkan bahwa sejak didirikan pada tahun 2002, KPK memiliki mandat untuk merancang dan melaksanakan pemberantasan korupsi, yang merupakan bagian dari amanat reformasi.
Baca Juga: M Lutfi Bisa Diperiksa Lagi Jika Keterangannya Dinilai Belum Cukup
Sebagai seorang mantan aktivis 1998, ia menyatakan perannya dalam mendukung pembentukan Komite Nasional Pemberantasan Korupsi bersama beberapa LSM pascareformasi.
“Bahkan di setiap aksi-aksinya, kami terus mendorong upaya pemberantasan korupsi di Indonesia,” kenang Taufan.
Oleh karena itu, Taufan berharap KPK dapat menjadi lembaga yang mengedepankan penindakan terhadap mafia korupsi yang merajalela di Indonesia.
Menurutnya, ini sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto tentang penanganan korupsi.
“KPK harus menjadi sektor utama dalam menanggulangi berbagai mafia, sesuai dengan harapan Presiden Prabowo Subianto bahwa korupsi harus menjadi musuh bersama,” pungkasnya.
Sebelumnya, Indonesian Police Watch (IPW), bersama sejumlah organisasi non-pemerintah (NGO) mancanegara yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Anti Korupsi (KSST), secara resmi melaporkan dugaan korupsi yang melibatkan nama Jampidsus Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah, kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dugaan tersebut dilontarkan oleh KSST karena mereka menemukan kejanggalan dalam proses pelelangan barang rampasan, yang mencakup satu paket saham PT Gunung Bara Utama (PT GBU) yang dikelola oleh Kejaksaan Agung.
Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, mengungkapkan bahwa nilai saham perusahaan batu bara yang beroperasi di Kalimantan seharusnya mencapai Rp12 triliun.
Namun, saham tersebut justru dijual dengan harga Rp1,945 triliun, yang mengakibatkan negara diduga mengalami kerugian hingga Rp7 triliun.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK pada saat itu, Ali Fikri, menyampaikan bahwa setelah menerima laporan tersebut, lembaga antikorupsi akan melakukan proses verifikasi dan berkoordinasi lebih lanjut dengan pihak pelapor untuk menentukan langkah selanjutnya.
Di sisi lain, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung pada waktu itu, Ketut Sumedana, menyatakan bahwa laporan KSST mengenai Febrie Adriansyah ke KPK adalah tidak tepat.
Ia menegaskan bahwa tidak ada pelaksanaan lelang yang dilakukan oleh Jampidsus.
Meskipun dinyatakan keliru, Sugeng Teguh Santoso tetap yakin bahwa bukti yang mereka kumpulkan dapat dipertanggungjawabkan.