FTNews – Dalam proses pembuktian sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU), Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo menegaskan hakim tidak boleh ikut campur alias cawe-cawe.
“Apakah boleh hakim mengadili dalam perkara (sengketa) pileg dan pilpres nanti bisa aktif memanggil pihak ahli ke persidangan? Itu saya tegaskan, itu tidak bisa,â€kata Suhartoyo dalam keterangannya, Rabu (6/3) malam.
Ia melanjutkan, bahwa pembuktian dalil-dalil dalam PHPU harus dilakukan oleh para pihak yang bersengketa. Jika hakim MK cawe-cawe, maka telah terjadi keberpihakan hakim.
“Jadi semua itu harus dibawa ke persidangan, dibuktikan oleh para pihak. Tidak boleh itu hakim cawe-cawe, harus begini, harus begini, enggak boleh,â€tandasnya.
Sengketa pemilu atau PHPU ini, lanjutnya, bersifat interpartes. Yakni terdapat dua pihak yang bersengketa. Ada pihak pemohon dan termohon.
Ia mengatakan bahwa hal ini berbeda dengan perkara pengujian undang-undang atau judicial review.
“Kalau judicial review itu kan enggak ada lawan. Ada pemohon, enggak ada termohonnya,â€terangnya.
â€Jadi kalau hakim MK mau memanggil ahli, memanggil saksi, pihak-pihak lembaga mana pun dipanggil di MK untuk membuktikan yang pemohon ajukan, persoalan undang-undang yang sifatnya abstrak milik publik, itu engak ada yang protes, karena apa? Karena memang tidak ada pihak yang sengketa di situ secara langsung,â€sambungnya.
Ia menambahkan, hakim dalam hal perkara PHPU sejatinya bersikap pasif. Dan tak boleh bersikap berlebihan.
“Hakim enggak boleh berlebih-lebihan sikapnya, kemudian menambah-nambah fakta di persidangan, inisiatif hakim, itu hakim sudah berpihak,†tegasnya.
Lebih lanjut, Suhartoyo mengatakan dalam mempersiapkan PHPU, MK telah melakukan simulasi. Â Yang mana MK telah memiliki gugus tugas yang sudah di atur secara detail.
“MK sudah selalu mengadakan simulasi dan kami punya gugus tugas 600-an pegawai. Itu yang masing-masing punya tugas khusus yang sudah di-plot secara detail yang itu secara periodik kami simulasikan,â€pungkasnya.