Khaled Mashal Menolak Menjadi Pemimpin Hamas

Politik

Rabu, 23 Oktober 2024 | 17:15 WIB
Khaled Mashal Menolak Menjadi Pemimpin Hamas
Khaled Mashal yang menolak menjadi pimpinan Hamas karena alasan kesehatan. (Foto: Ist)

Khaled Mashal ditengarai akan menjadi pemimpin Hamas yang baru usai Yahya Sinwar tewas dibunuh Israel di Gaza, Palestina beberapa waktu lalu.

rb-1

Sebelumnya, Khaled Mashal yang menjabat sebagai Kepala Biro Politik Hamas menjadi kandidat kuat untuk menjadi pemimpin.

Akan tetapi, Khaled Mashal dikabarkan menolak permintaan untuk menggantikan Yahya Sinwar karena alasan kesehatan.

Baca Juga: Di Sela KTT G20, Prabowo dan Sekjen PBB Bahas Persoalan Palestina

rb-3

Khaled Mashal memiliki latar belakang keluarga yang religius. (Foto: Ist)

Profil

Khaled Mashal lahir di Silwad, Tepi Barat pada 28 Mei 1956, di mana pada masa itu Palestina masih berada di bawah kendali Yordania.

Dikutip dari Britannica, Rabu (23/10), Khaled Mashal dan keluarganya kemudian pindah ke Kuwait setelah Israel merebut wilayah itu pada tahun 1967. Di Kuwait, ayah Khaled Mashal bekerja sebagai buruh tani dan penceramah. Latar belakang keluarga Khaled Mashal tidak jauh dari agama. Hal ini membuatnya menjadi sosok yang religius.

Baca Juga: Serangan Terbaru Israel di Gaza Tewaskan Sedikitnya 57 Orang

Di usia 15 tahun Khaled Mashal sudah bergabung dengan Gerakan Ikhwanul Muslimin di Kuwait. Diketahui, organisasi ini berperan penting dalam pembentukan Hamas pada tahun 1980-an.

Pada tahun 1974 Khaled Mashal melanjutkan pendidikan di Universitas Kuwait mengambil program studi Fisika. Setelah menamatkan pendidikannya, Khaled Mashal menjadi pengajar di jurusan yang sama sambil terus aktif di gerakan Islam Palestina.

Satu dekade kemudian, Khaled Mashal memilih berhenti mengajar dan fokus ke dunia politik. Khaled Mashal semakin aktif berorganisasi dan mengumpulkan dana untuk membangun jaringan layanan sosial di Jalur Gaza dan Tepi Barat.

Di tahun 1990, saat Irak menginvasi Kuwait, Khaled Mashal pindah ke Yordania. Di sinilah cikal bakal Politbiro Hamas terbentuk di bawah tangan Khaled Mashal.

Kemudian, Khaled Mashal menjadi ketua politbiro pada tahun 1992. Biro ini diketahui beroperasi di luar Palestina dan sulit dijangkau Israel. Biro ini bertanggung jawab untuk membangun hubungan internasional dan menjadi tulang punggung negosiasi Hamas.

Khaled Mashal, Ismail Haniyeh dan Yahya Sinwar. (Foto: Ist)

Posisi itu membuat Khaled Mashal menjadi incaran Israel. Pada tahun 1997, agen pemerintahan Benjamin Netanyahu menyuntik racun ke Khaled Mashal. Benjamin Netanyahu mengklaim aksi tersebut sebagai pembalasan atas pengeboman di pasar Yerusalem yang menewaskan 16 orang.

Raja Yordania saat itu, Hussein seketika murka. Bahkan, ia meneriakkan akan memberikan hukuman gantung kepada pelaku dan membatalkan perjanjian damai dengan Israel. Hussein bersedia melanjutkan perjanjian damai jika Israel memberikan penawar.

Israel kemudian setuju. Mereka juga sepakat membebaskan pemimpin Hamas, Sheikh Ahmed Yassin yang kemudian dibunuh tujuh tahun setelah itu.

Kejadian inilah yang membuat nama Khaled Mashal dikenal di dunia. Bahkan, ia dianggap sebagai pahlawan perlawanan Palestina. Sementara bagi pendukung Palestina, Khaled Mashal dan pimpinan Hamas lainnya merupakan pejuang atas pendudukan Israel di Palestina.

Seiring berjalannya waktu, hubungan Hamas dan Yordania memburuk. Amman menutup kantor kelompok ini dan mengusir Khaled Mashal ke Qatar. Kemudian pada tahun 2001, Khaled Mashal pindah ke Suriah dan memimpin Hamas dari Damaskus.

Konflik internal

Khaled Mashal juga sempat berselisih dengan pimpinan Hamas di Gaza. Khaled mendorong kelompok ini untuk rekonsiliasi dengan Otoritas Palestina yang dipimpin oleh Presiden Mahmoud Abbas dari faksi Fattah.

Namun, pimpinan Hamas di Gaza menolak. Mereka bersumpah akan merebut kembali Tepi Barat. Hamas selama ini mengendalikan dan menguasai Jalur Gaza, sementara Tepi Barat dipegang Otoritas Palestina yang dalam hal ini adalah Fatah.

Kedekatan Khaled Mashal dengan Ismail Haniyeh. (Foto: Ist)



Sikap ke Israel

Khaled Mashal pada dasarnya sempat menolak gagasan kesepakatan damai permanen. Namun, ia menyebut Hamas bisa menerima negara Palestina di Tepi Barat, Jalur Gaza dan Yerusalem Timur sebagai solusi sementara dengan imbalan gencatan senjata jangka panjang.

Terkait agresi Israel di Gaza sejak Oktober 2023, Khaled Mashal sempat mendesak negara Arab dan Muslim untuk bergabung dalam pertempuran melawan Israel. Khaled Mashal juga mengatakan hanya Palestina yang akan memerintah Gaza usai agresi berakhir.

Beberapa pengamat juga menduga negosiasi gencatan senjata semakin sulit jika Khaled Mashal menjadi pemimpin karena sikap keras dia ke Israel. Selain itu, bagaimana negosiasi bisa berlangsung jika lawan terus membunuh pihak-pihak yang terlibat dalam upaya perdamaian.

Tag Israel Palestina Hamas Ismail Haniyeh Jalur Gaza Yahya Sinwar Khaled Mashal

Terkini