Mantan Dirut dan Eks Corsec BJB Ditetapkan KPK Sebagai Tersangka
Nasional
.png)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah meningkatkan status penyidikan terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan barang dan jasa, khususnya terkait iklan di PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (Bank BJB) untuk periode 2021-2023.
Dalam kasus ini, KPK menduga adanya penggelembungan (markup) dana penempatan iklan yang mencapai total sekitar Rp200 miliar selama periode tersebut.
Penggelembungan ini diduga dilakukan melalui kerja sama dengan enam perusahaan agensi yang berperan sebagai perantara untuk memasang iklan di media nasional.
Baca Juga: KPK Mulai Sidik Kasus Dugaan Korupsi Bansos di KemensosÂÂ
Sebagai contoh, biaya pemasangan iklan yang seharusnya Rp200 juta per penempatan diduga digelembungkan menjadi Rp400 juta.
KPK menetapkan lima tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan iklan di Bank BJB. Termasuk mantan direktur utama hingga eks pimpinan divisi corporate secretary BJB.
"Lima orang tersangka," kata Plh Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo dalam konferensi pers, Kamis (13/3).
Baca Juga: KPK Geledah Ruangan Wali Kota Nonaktif Ambon
"Yersangka ini dua orang dari pejabat Bank Jabar Banten kemudian 3 orang dari swasta," sambungnya.
Para tersangka yang ditetapkan KPK adalah:
Yuddy Renaldi selaku Dirut BJB, Widi Hartoto selaku Pimpinan Divisi Corsec BJB, IAD pemilik agensi Artejda Muliatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri, SUH pemilik agensi BSC dan WSBE, RSJK pemilik agensi JKMP dan JKSP.
Budi Sokmo menjelaskan bahwa pada tahun 2021-2023, BJB merealisasikan belanja beban promosi umum dan produk bank yang dikelola divisi corsec. Nilainya kurang lebih sebesar Rp 409 miliar.
Anggaran itu dipakai sebagai biaya penayangan iklan di media, baik TV, cetak, maupun online. Bekerja sama dengan enam agensi.
"3 orang [tersangka] tadi memiliki masing-masing agensi yang menang sebagai pihak vendor yang menerima pekerjaan penempatan iklan oleh Bank Jabar Banten," ujar Budi Sokmo.
"Kami menemukan fakta bahwa lingkup pekerjaan 6 agensi ini ternyata hanya menempatkan iklan sesuai permintaan Bank Jabar Banten, serta kami juga temukan penunjukan agensi melanggar ketentuan pengadaan barang dan jasa," sambungnya.
KPK menemukan bahwa ada selisih pengeluaran uang BJB untuk agensi dengan uang dari agensi kepada media. Ada ketidaksesuaian pembayaran.
Dari anggaran Rp 409 miliar itu, hanya sekitar Rp 100 miliar yang benar-benar digunakan untuk iklan.
"Yang tidak real ataupun fiktif kurang lebih jelas sudah nyata sebesar Rp 222 miliar," ujar Budi Sokmo.
Uang-uang tersebut diduga dipakai pihak BJB untuk memenuhi adanya kebutuhan dana non-bujeter. KPK belum menjelaskan lebih lanjut mengenai dana tersebut.
Budi Sokmo hanya menyebut bahwa dua orang direksi BJB itu sepakat bersama dengan para agensi dalam penempatan iklan.
"Sebenarnya Bank Jabar Banten bisa langsung menempatkan ke media namun digunakan agensi guna mengambil uang," ujar dia.
Para tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor. Kelima tersangka sudah dicegah ke luar negeri tetapi belum ditahan.
Belum ada keterangan dari kelimanya mengenai perkara ini. Surat pengunduran diri Yuddy Renaldi telah diterima oleh perseroan pada Rabu (4/3/2025) lalu. Hal ini dikonfirmasi Corporate Secretary Bank BJB Ayi Subarna.