Hukum

PBHI Jabar Desak Reformasi Peradilan dan Penguatan Integritas Hakim

17 November 2025 | 23:55 WIB
PBHI Jabar Desak Reformasi Peradilan dan Penguatan Integritas Hakim
Ketua PBHI Jabar, Rizky Ramdani, dalam Media Gathering KY, yang mengangkat tema “Refleksi Dua Dekade Menjaga dan Menegakkan Integritas Hakim [Foto: InfoPublik.id]

Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia Jawa Barat (PBHI Jabar) menegaskan perlunya reformasi mendasar dalam sistem peradilan Indonesia, khususnya pada penguatan integritas hakim dan efektivitas pengawasan Komisi Yudisial (KY).

rb-1

Seruan ini disampaikan Ketua PBHI Jabar, Rizky Ramdani, dalam Media Gathering KY, yang mengangkat tema “Refleksi Dua Dekade Menjaga dan Menegakkan Integritas Hakim”, di HARRIS Hotel & Conventions Ciumbuleuit Bandung, baru-baru ini.

Menurut Rizky, isu HAM dan pencarian keadilan di Jawa Barat tidak dapat dilepaskan dari kondisi sosial ekonomi masyarakat. Merujuk data BPS, terdapat 3,5–4 juta penduduk miskin di Jawa Barat, atau setara 10–12 juta jiwa bila dihitung rata-rata tiga anggota per keluarga.

rb-3

“Justru di kelompok inilah persoalan hukum paling sering muncul. Mereka berhadapan dengan polisi, jaksa, hakim, dan akhirnya bersentuhan langsung dengan integritas sistem peradilan,” ujarnya, dilansir InfoPublik.

Rizky menilai perjuangan HAM di Indonesia bersifat pasang surut, sering terhambat kepentingan kekuasaan, sebagaimana tercatat dalam penjelasan Undang-Undang Hak Sipil dan Politik. Kondisi ini, menurutnya, relevan dengan tantangan yang dihadapi KY dalam melakukan pengawasan hakim.

Rizky menyinggung berbagai pengalaman advokasi PBHI, mulai dari kasus Tambak Sari dan Dago Elos hingga isu penyiksaan, konflik agraria, gender, dan pendampingan mahasiswa Papua. Ia menegaskan bahwa mafia peradilan, akses hukum yang mahal, rumit, dan lambat, serta minimnya transparansi menjadi persoalan serius yang justru menghalangi rakyat miskin memperoleh haknya.

“Pencari keadilan sering terhambat akses dokumen perkara. BAP, berkas penahanan hingga salinan putusan sering sulit didapatkan, padahal seluruh proses peradilan seharusnya terbuka untuk umum,” kata Rizky.

Independensi bukan Kebebasan Tanpa Batas

Rizky memaparkan tujuh harapan masyarakat terhadap hakim, mulai dari independensi, integritas, profesionalitas, empati, transparansi putusan, ketelitian, hingga akses yang nondiskriminatif.

“Independensi bukan kebebasan tanpa batas. Hakim bebas dari intervensi, namun tetap terikat hukum, kode etik, dan prinsip keadilan. Tanpa integritas, independensi bisa berubah menjadi kesewenang-wenangan,” tegasnya.

Publik, lanjutnya, menginginkan sistem yang menjamin hakim: melaporkan potensi konflik kepentingan, menjalani audit gaya hidup dan pelaporan kekayaan, mendapatkan pendidikan etika berkelanjutan, serta dapat diawasi secara efektif oleh KY dan MA.

PBHI menilai reformasi peradilan tidak mungkin tercapai tanpa memperjelas batas kewenangan etik dan teknis antara KY dan MA.

Lima Langkah Strategis

Ia lantas mengusulkan lima langkah strategis: Revisi UU KY dan UU MA, termasuk kewenangan pemanggilan paksa bagi KY, Pembentukan joint ethics office permanen antara KY dan MA, Transparansi total rekrutmen, mutasi, dan promosi hakim, dipublikasikan secara daring,

Digitalisasi pengawasan, termasuk audit gaya hidup dan pola putusan, dan Pendidikan etik berkelanjutan dan perubahan budaya internal peradilan.

Menurutnya, reformasi ini akan menekan praktik korupsi, meningkatkan akuntabilitas, dan memperkuat kepercayaan publik.

Rizky menutup paparannya dengan penegasan bahwa peradilan Indonesia masih menghadapi tantangan serius.

“Wajah hukum kita belum baik-baik saja. Dua dekade perjalanan KYmenunjukkan bahwa reformasi belum selesai dan perlu keberanian politik serta partisipasi publik untuk memperbaikinya,” ujarnya.

Tag Reformasi Peradilan Penguatan Integritas Hakim PBHI Jabar

Terkait