Forumterkininews.id, Jakarta – Pengamat Politik Universita Al Azhar Jakarta, Ujang Komarudin angkat bicara terkait sikap Presiden Joko Widodo yang meminta menterinya menghentikan polemik. Polemik tersebut adalah maraknya pernyataan soal jabatan tiga periode Presiden. Selain itu, Jokowi juga meminta para menterinya memiliki rasa empati terhadap rakyat. Terutama soal kenaikan harga bahan bakar minyak dan kebutuhan pokok.
“Kita selaku pemerintah harus memiliki Sense of Crisis,” ujar Jokowi beberapa waktu lalu.
Menurut Ujang, merupakan hal positif jika Presiden menegur bahkan marah-marah. Artinya mengingatkan dan sayang kepada pembantunya yang kerjanya tidak becus. Tetapi mestinya jangan hanya sekedar menegur dan marah. Harus bertindak langsung apakah ada reshuffle atau seperti apa.
“Jangan hanya sekedar menegur. Minggu yang lalu juga sudah menegur tapi belum ada solusi yang menyakinkan rakyat,†ujarnya saat dihubungi Forumterkininews, Jakarta Kamis (7/4).
Lebih lanjut Ujang mengatakan, saat Reshuffle yang dilakukan Jokowi bulan Desember, hal itu didahului dengan teguran dan peringatan. “Tidak lama setelah teguran tersebut terjadilah reshuffle. Tapi saya tidak tahu untuk saat ini, apakah teguran itu akan berujung reshuffle atau tidak. Semua tergantung Jokowi,†sambungya.
Menurutnya teguran terhadap Menterinya polanya seperti itu. Menegur ada reshuffle. Dikatakan Ujang memang seharusnya ada reshuffle, karena kalau kerja Menterinya tidak bagus, jelek, dan dipertahankan buat apa.
“Kalau tidak ada reshuffle tidak ada solusi. Hanya sekedar melarang dam marah-marah buat apa juga. Harus ada solusi yakni mengganti menterinya yang tidak bisa berkerja dengan yang bisa kerja,†pungkasnya.
