Perang Dagang Memanas, Rupiah di Pasar Offshore Tembus Rp17.006 per Dolar AS

Nasional

Minggu, 06 April 2025 | 11:55 WIB
Perang Dagang Memanas, Rupiah di Pasar Offshore Tembus Rp17.006 per Dolar AS
Ilustrasi rupiah (X Twiterr)

Memanasnya perang dagang antara Tiongkok dan Amerika Serikat kian mengguncang pasar keuangan global.

rb-1

Tiongkok baru saja mengumumkan tarif balasan sebesar 34% terhadap produk AS, yang memicu pelarian dana besar-besaran dari aset berisiko, termasuk dari pasar negara berkembang.

Akibatnya, nilai tukar rupiah di pasar offshore (Non-Deliverable Forward/NDF) tertekan hebat. Data Bloomberg menunjukkan, pada pukul 20:48 WIB, kontrak rupiah NDF anjlok menembus Rp17.006 per dolar AS.

Baca Juga: Perang Dagang akan Memukul Layanan Kesehatan AS, China Kuasai Bahan Pembuatan Obat

rb-3

Rupiah NDF di pasar offshore menjebol level Rp17.006/US$ pada Jumat malam 4 April 2025 (Riset Bloomberg Technoz)

Tekanan terus berlanjut hingga pukul 21:07 WIB, ketika rupiah NDF kembali melemah ke Rp17.012 per dolar AS, mencatat penurunan 1,63% dibanding posisi sebelumnya.

Biasanya, pergerakan rupiah di pasar NDF menjadi acuan arah rupiah di pasar spot.

Namun, karena pasar keuangan domestik masih tutup hingga 7 April 2025 untuk libur Lebaran, nilai tukar spot belum mencerminkan dampak gejolak ini.

Baca Juga: Tesla Stop Penjualan Mobil Listrik S dan X di Cina, Benarkah?

Situasi ini meningkatkan risiko keuangan yang akan dihadapi pasar saat kembali dibuka.

Ilustrasi Rupiah (X Twitter)

Di saat bersamaan, indeks dolar AS menguat dan kini berada di level 102,16, semakin menambah tekanan pada mata uang global.

Perdagangan NDF sendiri merupakan kontrak derivatif yang umum digunakan oleh perusahaan multinasional dan bank investasi untuk melindungi nilai dari fluktuasi mata uang.

Namun, banyak pula pelaku yang memanfaatkannya untuk tujuan spekulatif, terutama di pasar negara berkembang yang volatil.

Selain ketegangan perdagangan, data ketenagakerjaan AS juga memengaruhi sentimen pasar. Meski data Non-Farm Payroll (NFP) menunjukkan kenaikan signifikan sebesar 228.000 pekerjaan pada Maret, jauh di atas ekspektasi, tingkat pengangguran justru naik ke 4,2% dari sebelumnya 4,1%.

Kini pasar menanti pidato Ketua The Fed, Jerome Powell, untuk mendapatkan gambaran lebih jelas soal arah kebijakan ekonomi di tengah kondisi global yang tidak menentu.

Menurut analis Scott Ladner dari Horizons Investments, data ketenagakerjaan belum cukup untuk meredam kekhawatiran akan potensi resesi karena sifatnya yang retrospektif.

Kepanikan juga terlihat di pasar saham global. Bursa Eropa melemah tajam, dengan indeks saham Italia jatuh lebih dari 7%. Pasar AS turut tertekan, dengan S&P 500 dibuka turun 2,5% dan Nasdaq turun 2,7%. Saham-saham raksasa teknologi seperti Nvidia, Tesla, dan Apple ikut anjlok, begitu pula dengan saham-saham Tiongkok seperti Alibaba dan Baidu di New York.

Lonjakan ketakutan investor mendorong perpindahan besar-besaran dana ke aset aman seperti surat utang pemerintah AS. Imbal hasil (yield) US Treasury bertenor 10 tahun turun ke 3,944%, sementara obligasi tenor 2 tahun turun ke 3,576%.

Indeks volatilitas pasar, VIX, mendekati angka 40, menunjukkan gejolak pasar yang ekstrem.

Dolar AS mendominasi perdagangan, membuat hampir semua mata uang Eropa, Amerika Latin, dan negara-negara G-10 melemah.

Hanya sebagian mata uang Asia yang sempat menguat sebelum pengumuman tarif balasan dari Tiongkok.

Tag Rupiah Melemah Dolar AS Pasar Keuangan Perang Dagang Krisis Ekonomi Global

Terkini