Pertamina Jual BBM 'Busuk', SPBU Swasta Ogah Beli hingga Terburuk Se-Asia

Konsumen kendaraan pribadi hingga operator industri beberapa kali mengeluhkan performa mesin yang menurun, endapan residu, hingga potensi mempercepat penurunan komponen mesin.
SPBU Swasta Rumahkan Karyawan
SPBU BP AKR (Instagram @bp_idn)
SPBU swasta pun kini menghadapi dampak serius. BP-AKR telah menyatakan potensi merumahkan karyawan jika stok tidak segera pulih.
Di lapangan, sejumlah SPBU Vivo hanya menyisakan BBM RON 92 itupun dalam jumlah terbatas.
Menurut salah satu petugas SPBU, kelangkaan ini bisa berlangsung hingga awal 2026 meski pasokan mereka disebut sudah tersedia di luar negeri.
Di sisi lain, narasi bahwa BBM berkualitas buruk berpotensi membahayakan kesehatan publik juga mencuat.
Jika bahan bakar dengan komposisi tidak ideal terbakar secara tidak sempurna atau menguap di udara, manusia bisa menghirup senyawa berbahaya seperti benzena, karbon monoksida, partikulat halus (PM2.5), atau sulfur.
Paparan jangka pendek bisa menyebabkan sakit kepala, mual, iritasi saluran pernapasan, dan penurunan fungsi paru. Dalam jangka panjang, risiko kanker, gangguan sistem saraf, dan penyakit pernapasan kronis bisa meningkat.
Kandungan etanol yang tidak sesuai standar perangkat mesin juga dapat meningkatkan emisi tak sempurna.
Bila uap BBM berkualitas buruk terhirup terus-menerus, terlebih di SPBU atau wilayah padat kendaraan, dampaknya tidak hanya dirasakan pekerja lapangan, tapi juga masyarakat sekitar.
Meski demikian, Pertamina menegaskan bahwa base fuel mereka tetap berada dalam regulasi pemerintah dan aman digunakan di dalam negeri.
Namun, penolakan Vivo, Shell, dan BP memperlihatkan adanya jurang standar antara kebutuhan pasar swasta dan produk BUMN tersebut.
Kini publik menunggu langkah lanjutan: apakah Pertamina akan menyesuaikan spesifikasi agar SPBU swasta kembali berminat, atau apakah SPBU asing lebih memilih impor pasokan sendiri demi menjaga citra dan kualitas layanan mereka.
Satu hal yang jelas, penolakan tiga perusahaan sekaligus menjadi pukulan telak dan memunculkan kembali isu kualitas BBM di Indonesia.