Publik Nilai Aturan Baru KPU Rahasiakan Ijazah Capres-Cawapres Kemunduran Demokrasi
Politik

Publik turut merespons aturan baru KPU yang memutuskan data calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) tidak dapat diakses publik atau dirahasiakan.
Publik menilai aturan baru KPU ini yang merahasiakan data ijazah Capres-Cawapres ini merupakan kemunduran demokrasi. Kata Capres seketika menjadi trending di media sosial.
"Keterlaluan sekali peraturan baru tentang pemilu. Mosok Ada 16 dokumen pendaftaran capres dan cawapres yang gak boleh di akses publik? Salah satu nya dokumen ijazah," kesal warganet lewat unggahan akun media sosial X dilihat, Selasa 16 September 2025.
Baca Juga: DPR Sarankan Pemilu 2024 Manfaatkan Kecanggihan Teknologi Informasi
Ilustrasi KPU menyelenggarakan Pemilu. [Istimewa]
"Ini sangat tidak transparan dan dapat menjadi celah adanya ijazah palsu . Merupakan kemunduran dalam berdemokrasi, " sambungnya.
Warganet lainnya menilai berdasarkan Pasal 28F UUD 1945 jelas menyebut setiap orang berhak mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi.
Baca Juga: PKS Pilih Anies Baswedan sebagai Calon Presiden
"Kalau KPU bikin aturan yang justru menutup data penting capres cawapres, itu bertentangan dengan prinsip keterbukaan informasi publik di UU No 14 Tahun 2008," ungkap warganet.
"Publik punya hak tahu rekam jejak, ijazah, dan syarat administratif kandidat, karena mereka yang akan pegang mandat rakyat. Transparansi tuh pondasi demokrasi, kalau ditutup malah rawan melahirkan distrust dan legitimasi politik jadi rapuh," sambung warganet lainnya.
Tanggapan KPU
Ketua KPU Mochammad Afifuddin. [Instagram]
Sementara, Komisi Pemilihan Umum (KPU) membantah tudingan soal data termasuk ijazah tak bisa diakses publik untuk lindungi Capres-Cawapres.
Diketahui, KPU mengeluarkan Keputusan Nomor 731 Tahun 2025 tentang Penetapan Dokumen Persyaratan Calon Presiden (Capres) dan Wakil Presiden (Cawapres) sebagai Informasi Publik yang Dikecualikan KPU berlaku umum.
Ketua KPU Mochammad Afiffudin menegaskan pihaknya tidak melindungi siapapun dalam keputusan tentang merahasiakan data capres dan cawapres.
"Tidak ada yang dilindungi, karena ini ada uji konsekuensi yang harus kami lakukan, ketika ada pihak meminta di PPID kami," ujarnya dalam keterangan dikutip Selasa 16 September 2025.
"Ada informasi-informasi yang lembaga itu kemudian harus mengatur mana yang dikecualikan, mana yang tidak," sambungnya.
Afifuddin data boleh dikeluarkan apabila ada persetujuan pemilik dokumen dan juga keputusan dari pengadilan.
"Dan itu sudah diatur dalam Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik," imbuhnya.
Ketua KPU juga menampik keputusan ini muncul karena ada isu ijazah Jokowi dan Gibran.
"Ini berlaku untuk umum, semua pengaturan data siapa pun, karena siapa pun nanti juga bisa dimintakan datanya ke kami," ucapnya.
"Nah, kami kan mengatur dokumen data yang di kami, sementara itu kan ada hal yang harus atas persetujuan dan juga karena keputusan pengadilan," tukasnya.