Selain Kredit Macet, Agus Hartono Dikenal Sebagai Mafia Tanah Sampe Ngaku Diperas Jaksa!
Nasional

Agus Hartono narapidana kasus korupsi yang kepergok plesiran keluar dari lapas Semarang ternyata tidak hanya tersangkut kasus kredit macet saja.
Agus mantan Direktur Utama (Dirut) PT Citra Guna Perkasa dan PT Seruni Prima Perkasa ini juga melakukan berbagai tindak pidana korupsi (tipikor).
Selain tersangkut kasus kredit macet, menurut berbagai sumber yang dihimpun FTnews Senin, 10/2/2025. Agus juga dikenal sebagai mafia tanah di Salatiga, Jawa Tengah.
Baca Juga: Kecelakaan Maut di Ngaliyan, Kota Semarang Memakan Korban 13 Orang, Ini Daftarnya
Dia diduga terlibat dalam aksi penipuan bersama dua rekannya, yakni Donni Iskandar Sugiyo Utomo (DI) alias Edward Setiadi dan Nur Ruwaidah alias Ida.
Kasus ini bermula pada tahun 2016, ketika tersangka Edward Setiadi dan Ida mengaku sebagai notaris dan menawarkan pembelian tanah kepada masyarakat.
Mereka berhasil mendapatkan 11 bidang tanah seluas 3 hektar dengan memberikan uang muka Rp 10 juta kepada masing-masing pemilik tanah.
Baca Juga: Kasus Korupsi di PT Waskita Beton Precast Naik ke Penyidikan
Setelah itu, Edward Setiadi meminjam sertifikat tanah korban dengan alasan akan dicek keasliannya di Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Namun, tanpa sepengetahuan pemilik tanah, seluruh sertifikat tersebut justru dialihkan atas nama Agus Hartono dan dijadikan jaminan di bank.
Agus juga sempat menjadi sorotan ketika mengaku pernah mau diperas oleh dua jaksa dari Kejati Jateng yaitu Koordinator Pidana Khusus (Pidsus) Putri Ayu Wulandari dan Kasi Pidsus Leo Jimmi Agustinus.
Saat itu, dia mengungkapkan Putri dan Leo datang kepada dirinya atas petunjuk dari Kepala Kejati Jawa Tengah saat itu, Andi Herman.
Agus juga disebut pernah mengalami penyiksaan sehingga membuat adanya luka dan kepala yang bengkak.
Hal tersebut disampaikan oleh kuasa hukumnya, Kamaruddin Simanjuntak.
"Saya dapati dia sudah bengkak kepalanya, berdarah tangannya dan robek kakinya di lutut dan betis," jelasnya pada 22 Desember 2022 lalu.
Kamarudin menyebut saat dirinya tengah duduk di lobi Kejati Jateng, dia mendengar ada suara orang yang menjerit-jerit.
"Makanya saya masuk dan dobrak pintunya," ungkapnya.
Dia menduga, ada seseorang yang dendam kepada kliennya karena tidak mendapatkan uang Rp 10 miliar. Kedua karena kalah dalam praperadilan.
"Kedua karena kita masih gugatan praperadilan kedua. Jadi ini betul-betul keprihatinan," imbuhnya.