Siapa George Soros Sebenarnya Hingga Namanya Terseret dalam Demo di Indonesia
Gelombang demonstrasi yang terjadi di Indonesia pada Agustus 2025 lalu masih menyisakan perdebatan. Media Rusia, Sputnik, menyoroti dugaan keterlibatan miliarder Yahudi George Soros dalam aksi tersebut. Ia dituding sebagai salah satu aktor intelektual di balik aksi massa yang mengguncang Tanah Air.
Pandangan ini disampaikan oleh Angelo Giuliano, analis geopolitik yang dikutip Sputnik. Menurutnya, Soros dikenal memiliki pengaruh besar dalam dinamika politik global melalui jaringan lembaga yang ia biayai.
Baca Juga: Mengapa Tsunami akibat Gempa Rusia 8,8 Magnitudo Tidak Sebesar yang Dikhawatirkan? Ternyata Ini Jawabannya
Soros, Dana Asing, dan Isu di Indonesia
George Soros (Instagram)
Dugaan campur tangan asing semakin ramai dibicarakan setelah mantan Kepala BIN, AM Hendropriyono, juga menyinggung soal aliran dana dari luar negeri dalam aksi demo di DPR RI.
“Pelakunya sebenarnya non-state, tapi pengaruhnya luar biasa terhadap kebijakan negara. Non-state tapi isinya George Soros, George Tenet, David Rockefeller, Bloomberg,” ungkap Hendropriyono pada 2 September 2025.
Baca Juga: Drone Ukraina Hantam Pembangkit Nuklir Terbesar Rusia Picu Kebakaran, Tingkat Radiasi Berbahaya?
Di sisi lain, Giuliano menambahkan bahwa yayasan Soros, yakni Open Society Foundations (OSF), sudah menyalurkan bantuan hingga lebih dari 8 miliar dolar AS ke berbagai negara.
Kondisi ini membuat sebagian kalangan semakin curiga akan kemungkinan keterlibatan Soros dalam aksi unjuk rasa di Indonesia.
Siapa George Soros?
George Soros (Instagram)
George Soros lahir di Budapest, Hungaria, pada 12 Agustus 1930 dari keluarga Yahudi. Masa kecilnya penuh tantangan karena harus menghadapi teror Nazi saat Perang Dunia II. Untuk bertahan hidup, keluarganya menggunakan identitas palsu hingga perang usai.
Setelah itu, Soros hijrah ke Inggris dan melanjutkan pendidikan di London School of Economics (LSE). Di kampus tersebut, ia banyak dipengaruhi pemikiran filsuf Karl Popper, terutama konsep Open Society atau masyarakat terbuka, yang kelak menjadi landasan ideologis bagi aktivitas filantropinya.
Kariernya di dunia keuangan mulai menanjak sejak mendirikan Quantum Fund pada 1970. Nama Soros benar-benar melambung pada 1992 ketika ia berhasil meraup keuntungan lebih dari 1 miliar dolar AS dalam satu malam melalui spekulasi terhadap pound sterling.
Aksi itu membuatnya dijuluki “The Man Who Broke the Bank of England.”
Dari Wall Street ke Dunia Aktivisme
Memasuki dekade 1980-an, Soros mulai aktif mengalokasikan kekayaannya untuk proyek sosial dan politik. Melalui Open Society Foundations, ia mendukung pendidikan, jurnalisme independen, reformasi hukum, serta perlindungan hak asasi manusia di lebih dari 100 negara.
Namun, kiprah OSF tidak lepas dari kontroversi. Banyak pemerintah menilai bantuan yang diberikan bukan sekadar untuk memperkuat demokrasi, melainkan bisa menjadi saluran campur tangan asing.
Di Indonesia sendiri, nama Soros dan OSF beberapa kali dikaitkan dengan dukungan terhadap media dan organisasi masyarakat sipil.
George Soros adalah sosok yang berada di persimpangan antara dunia finansial, aktivisme global, dan kontroversi politik. Keterlibatannya dalam demo Indonesia masih sebatas tudingan, namun rekam jejaknya sebagai miliarder yang sering dianggap berperan dalam dinamika politik internasional membuat namanya kembali mencuat ke publik.