Sinopsis Film Jagal (The Act of Killing): Membongkar Tragedi Kelam Anti-PKI 1965–1966
Lifestyle

Film dokumenter Jagal (The Art of Killing) adalah salah satu karya paling kontroversial dalam sejarah perfilman Indonesia dan dunia.
Disutradarai oleh Joshua Oppenheimer, sutradara asal Amerika Serikat, film ini menyoroti tragedi pembantaian massal 1965–1966 terhadap orang-orang yang dituduh sebagai anggota atau simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Bukan sekadar dokumenter biasa, Jagal menghadirkan sudut pandang yang mengejutkan: kisah disampaikan langsung dari para pelaku pembunuhan yang masih hidup, lengkap dengan pengakuan, rekonstruksi, hingga kebanggaan mereka atas kekejaman yang dilakukan.
Baca Juga: Sinopsis Time Raiders, Drama China Baru Xu Zhenxuan 'Liu Suifeng' yang Naik Daun
Latar Belakang Produksi Film Jagal
Film Jagal merupakan hasil kolaborasi internasional antara Denmark, Britania Raya, dan Norwegia.
Proses produksinya berlangsung panjang, dari tahun 2005 hingga 2011, dengan lokasi utama pengambilan gambar di Medan, Sumatera Utara.
Baca Juga: Sinopsis Film Total Recall Tayang di Bioskop Trans TV Malam Ini
Film ini pertama kali diputar di Toronto International Film Festival pada tahun 2012 sebelum kemudian mendunia.
Dengan durasi sekitar 2 jam 30 menit, Jagal berhasil mengupas sisi gelap sejarah Indonesia yang selama puluhan tahun sulit dibicarakan secara terbuka.
Tokoh utama dalam film ini adalah Anwar Congo, mantan preman dan algojo yang terkenal sadis.
Ia bersama kawan-kawannya menceritakan detail bagaimana mereka mengeksekusi orang-orang yang dianggap komunis, bahkan mendemonstrasikan ulang metode pembunuhan yang mereka lakukan.
Sinopsis Film Jagal: Dunia Gelap Para Algojo
Film Jagal (The Act of Killing). [Instagram]Dalam film ini, penonton diajak masuk ke dalam dunia psikologis para pelaku kekerasan anti-PKI. Alih-alih merasa bersalah, banyak dari mereka justru menampilkan kebanggaan.
Anwar Congo, yang semula hanyalah preman kecil di pasar gelap tiket bioskop, berubah menjadi salah satu pembunuh paling ditakuti pada masa itu.
Ia dan rekan-rekannya bukan hanya bercerita, melainkan juga merekonstruksi kembali adegan-adegan pembunuhan dengan cara yang unik:
Ada yang ditampilkan dengan gaya film gangster.
Ada yang dipentaskan seperti film koboi (western).