Soal Kasus Impor Minyak, Kejagung Periksa 2 Pejabat Kementerian ESDM

Nasional

Selasa, 04 Maret 2025 | 23:38 WIB
Soal Kasus Impor Minyak, Kejagung Periksa 2 Pejabat Kementerian ESDM
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar. [Dok. Kejagung]

Kejaksaan Agung (Kejagung) baru-baru ini memeriksa dua pejabat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero) serta subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023.

rb-1

Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, mengatakan hari ini penyidik memeriksa sembilan orang saksi. Dua di antaranya merupakan pejabat di Kementerian ESDM.

Kantor Kementerian ESDM. [Dok. Kementerian ESDM]

"BG selaku Koordinator Hukum pada Sekretariat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM dan EED selaku Koordinator Harga Bahan Bakar Minyak dan Gas pada Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM," kata Harli dalam keterangannya, Selasa (4/3).

Baca Juga: Babak Baru Kasus Korupsi Timah, Kejagung RI Ungkap Fakta Ini

rb-3

Harli melanjutkan, tujuh saksi lainnya merupakan petinggi anak perusahaan PT Pertamina. Mereka berinisial BMT, TM, AFB, MR, BP, AS, dan LSH.

Namun demikian, Harli masih enggan merinci hasil pemeriksaan tersebut.

"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud," ujarnya.

Baca Juga: Pegawai Kejagung Tak Masuk Hari Pertama Kerja, Ketut: Dimaklumi

Dalam kasus ini, sudah ada sembilan tersangka yang dijerat. Mereka adalah enam petinggi di Subholding Pertamina berinisial RS, SDS, YF, AP, MK, dan EC.

Sedangkan tiga tersangka lainnya yakni; MKAR selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim, GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Dirut PT Orbit Terminal Merak.

Kasus ini bermula pada 2018-2023. Saat itu, untuk pemenuhan minyak mentah dalam negeri wajib mengutamakan pasokan dalam negeri.

Pertamina harus mencari dari kontraktor dalam negeri sebelum membuka opsi impor.

Hal itu sebagaimana tegas diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 42 Tahun 2018 tentang prioritas pemanfaatan minyak bumi untuk kebutuhan dalam negeri.

Namun, Kejagung menemukan adanya pengkondisian untuk menurunkan produksi kilang sehingga produksi kilang dalam negeri tidak terserap sepenuhnya. Kondisi tersebut membuat kekurangan kebutuhan minyak mentah. Berujung dilakukannya impor.

Kemudian, pada saat produksi kilang sengaja diturunkan, produksi minyak mentah dalam negeri juga oleh kontraktor kontrak kerja Sama (KKKS) sengaja ditolak dengan alasan tidak memenuhi nilai ekonomis, padahal harga yang ditawarkan masuk HPS.

Selain itu, penolakan juga dinilai karena produksi KKKS tidak sesuai kualitas, padahal faktanya dapat diolah.

Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga Pertamina Patra Niaga Maya Kusmaya (ist)

Dengan penolakan itu, maka minyak mentah dari KKKS tak terserap. Kemudian malah diekspor ke luar negeri. Di sisi lain, untuk memenuhi kebutuhan minyak mentah, impor pun dilakukan.

Dalam proses impor ini diduga terjadi pemufakatan jahat, yakni terdapat kesepakatan harga yang sudah diatur dengan tujuan dapat keuntungan dengan melawan hukum.

Hal ini disamarkan seolah-olah sesuai ketentuan. Pemenang broker pun telah diatur.

Tag Kejagung ESDM Korupsi PT Pertamina tata kelola minyak mentah produk kilang Persero KKKS periode 2018-2023

Terkini