Tak Sekadar Pecinan, Ini Alasan Surabaya Jadi Kota dengan Populasi Tionghoa Besar

Daerah

Rabu, 10 September 2025 | 21:02 WIB
Tak Sekadar Pecinan, Ini Alasan Surabaya Jadi Kota dengan Populasi Tionghoa Besar
Ikon Surabaya (ikbis.ac.id)

Surabaya bukan hanya dikenal sebagai kota pelabuhan dan pusat perdagangan besar di Indonesia, tetapi juga sebagai rumah bagi beragam komunitas etnis yang membentuk wajah multikulturalnya.

rb-1

Salah satu yang paling menonjol adalah masyarakat Tionghoa. Kehadiran mereka di Kota Pahlawan bukanlah hal baru, melainkan bagian dari sejarah panjang yang dipengaruhi oleh perdagangan internasional, kebijakan kolonial, hingga proses akulturasi budaya yang harmonis.

Dari Pedagang ke Pecinan

rb-3

Catatan sejarah menunjukkan bahwa pedagang Tionghoa telah hadir di Surabaya sejak abad ke-15. Mereka datang sebagai saudagar yang menghubungkan hasil bumi lokal dengan pasar global, terutama Eropa dan Asia Timur.

Letak strategis Surabaya di jalur maritim menjadikannya pintu masuk ideal bagi imigran Tionghoa.

Seiring meningkatnya aktivitas dagang, para pedagang tersebut mulai menetap secara permanen. Dari sinilah lahir kawasan Pecinan yang berkembang di sekitar Jembatan Merah. Kawasan ini bukan sekadar permukiman, melainkan juga pusat perdagangan, sosial, dan budaya masyarakat Tionghoa.

Pada masa kolonial Belanda, kebijakan Wijkenstelsel yang membatasi ruang gerak etnis justru memperkuat eksistensi Pecinan. Kawasan ini kemudian tumbuh sebagai simpul identitas masyarakat Tionghoa di Surabaya.

Akulturasi dalam Kehidupan Kota

Surabaya (X)Surabaya (X)

Komunitas Tionghoa di Surabaya tidak hidup dalam isolasi. Sejak abad ke-17, perkawinan campur antara pendatang Tionghoa dan penduduk lokal melahirkan generasi peranakan dengan identitas unik. Tradisi Jawa atau Madura berpadu dengan nilai-nilai Tionghoa, membentuk corak budaya baru.

Interaksi sosial pun berjalan harmonis. Komunitas Tionghoa tidak hanya aktif di bidang ekonomi, tetapi juga berkontribusi pada seni, kuliner, hingga arsitektur kota.

Jejak akulturasi ini masih terasa hingga kini, misalnya dalam perayaan Imlek yang meriah di Surabaya dan ragam kuliner peranakan yang tetap populer.

Kontribusi Ekonomi dan Perjuangan

Bambu Runcing di Surabaya (Google)Bambu Runcing di Surabaya (Google)

Masyarakat Tionghoa dikenal sebagai pedagang dan pengusaha tangguh yang mendorong pertumbuhan berbagai sektor, mulai dari perdagangan grosir hingga industri modern.

Banyak usaha yang mereka bangun kemudian berkembang menjadi bagian penting dari perekonomian Surabaya.

Tak hanya di bidang ekonomi, sejumlah tokoh Tionghoa juga berperan dalam perjuangan kemerdekaan. Komunitas Hakka di Surabaya, misalnya, tercatat ikut serta dalam gerakan nasionalisme dan perlawanan fisik melawan penjajah.

Hal ini menegaskan bahwa identitas mereka bukan sekadar etnis, melainkan bagian dari bangsa Indonesia.

Surabaya, Wajah Multikultural yang Hidup

Hingga kini, masyarakat Tionghoa tetap menjadi bagian vital dari denyut kehidupan Surabaya. Arsitektur bersejarah di Pecinan, tradisi budaya yang masih dijaga, serta kontribusi mereka dalam bisnis dan sosial, semuanya memperkaya identitas kota.

Kehadiran masyarakat Tionghoa menjadi bukti bahwa keberagaman etnis bisa berpadu harmonis dan menciptakan kekuatan baru bagi sebuah kota. Surabaya berdiri sebagai contoh nyata bagaimana perbedaan tidak untuk dipisahkan, melainkan dirayakan bersama.

Tag sejarah surabaya surabaya

Terkini