Tiga Kali Ditangkap Kasus Narkoba, Fachri Albar tidak Jera Siapa Pemasok Narkotikanya?
Lifestyle

Polres Metro Jakarta Barat masih mendalami keterangan Facri Albar, artis yang ditangkap di kediamannya Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan, Minggu (20/4/2025) malam, karena penyalahgunaan narotika. Salah satu yang dalam pendalaman adalah siapa pemasok barang haram itu.
Sebagaimana diberitakan FTNews (24/4/2025), diketahui, saat ditangkap di rumahnya, Tim yang dipimpin Kanit 1 Satresnarkoba Polres Metro Jakarta Barat, AKP Viko A. Benaya, menemukan 19 barang bukti. Di antaranya, 2 plastik klip berisi sabu, 1 plastik klip dan 2 puntung berisi Ganja,1 botol kaca berisi kokain, 27 butir pil alprazolam 1 mg, 4 cangklong kaca bekas pakai,1 botol bong plastik dengan tutup botol modifikasi, dll.
“Barang bukti tersebut kami temukan tersimpan rapi di dalam rumah tersangka. Untuk asal-usul narkotika dan psikotropika tersebut masih dalam pendalaman tim kami,” ujar Kombes Twedi.
Hasil pemeriksaan urine terhadap putra musisi legendaris Ahmad Albar-Rini S Bono, ini, positif tiga zat beerbeda, yakni; Methamphetamine, Amphetamine, Benzodiazepine. Ini menunjukkan bahwa FA tidak hanya menyimpan, tetapi juga menggunakan zat-zat tersebut secara aktif.
Ini untuk ketiga kalinya Fachri Albar ditangkap karena kasus narkoba, pertama adalah tahun 2007 kala itu dia tersangkut kasus narkoba ayahnya, Ahmad Albar, penangkapan kedua pada 2018, dan ketiga, Minggu (20/4/2025) lalu.
Saat ini, ujar Humas Polres Jakarta Barat, penyidik masih mendalami pemasok narkoba pada Facri Albar. Proses pemberkasan juga dipercepat agar kasus ini bisa segera dilimpahkan ke pihak Kejaksaan.
Sudah Bolak-balik Direhabilitasi, Kenapa Fachri Masih Pakai Narkoba?
Psikolog Joyce Djaelani Gordon yang juga Direktur Pusat Perawatan Pecandu YAKITA (Yayasan Harapan Permata Hati Kita) yang diminta tanggapannya terkait kasus Fachri yang telah tiga kali tersandung kasus narkoba menjelaskan, penggunaan narkoba sama seperti penyakit lain yang bisa kambuhan.
“Perlu dipahami bahwa adiksi atau kecanduan itu seperti penyakit yang penanganannya juga harus sesuai. Penggunaan narkoba sama seperti penyakit lain yang bisa kambuhan,” ucapnya pada FTNews.
“Kalau orang sakit diabetes misalnya, kan juga bisa kambuhan. Masuk rumah sakit dan ditangani dengan pengobatan sesuai, maka keadaannya akan juga membaik. Lalu dia keluar rumah sakit. Tetapi kan orang yang bersangkutan akan tetap mempunyai penyakit diabetes yang selalu harus mengikuti rawatan yang ditentukan.”
Dia tetap harus control ke dokter kan, untuk memastikan penyakitnya terkendali. Tetapi dia tak akan pernah menjadi mantan diabet. “Intinya penyakit kronik tidak bisa sembuh, yang bisa dilakukan adalah mengendalikan perkembangan penyakitnya atau mencegah kekambuhan,” ungkapnya.
Pentingnya Mengetahui Pemicu
Untuk sampai ke keadaan terkendali, lanjut Joyce, harus juga dilihat dari konteks keluarga, lingkungan dan apapun y ang menjadi pemicu atau penyebab penyakit itu terjadi pada awalnya. Ini juga termasuk disfungsi keluarga, misalnya kalau anak terlalu disayang sehingga apapun yang dia mau selalu diiyakan.
“Bayangkan kalau si pasien diabetes pulang dari RS, dan orang di rumah tidak mengubah pola makan mereka yang cenderung manis, orang yang diabetesnya sudah terkendali juga bisa kambuh lagi dan harus masuk RS lagi,” ujarnya memberi contoh.
Begitu juga dengan kecanduan atau adiksi. Yang jadi pertanyaan, ujarnya, apakah penanganan adiksinya dilakukan dengan benar atau sekadar lewat?
“Kalau penanganannya hanya semata-mata duduk-duduk saja, meski itu di RS atau di rehabilitasi, maka tidak akan ada perubahan kan? Orang juga bisa ada ke Rumah Sakit dan tidak sembuh-sembuh kalau tidak menjalankan apa yang dianjurkan team dokter dan perawat.”
“Apalagi kalau masuknya ke Rumah Sakit abal-abal yang tidak bisa menangani penyakit apapun karena dokternya dokter palsu misalnya. Begitu juga, orang dengan adiksi. Pertanyaannya bagaimana rawatan sebelumnya? Apa benar dirawat dengan sesuai? Apakah sampai ke inti masalah atau hanya sekedar asal bisa mengatakan mengikuti rawatan, tetapi sebenarnya cuma di selasar RS saja. “
“Artinya, tidak benar-benar menjalankan perawatan sebagaimana seharusnya dan setelah keluar, apakah ada perubahan di dalam dirinya, termasuk motivasi untuk bertahan sehat? Kalau tidak, keluar akan sama saja.”
“Terakhir, kalau di rumah juga belum berubah, apapun yang memicu dan ‘memudahkan’ seorang pecandu untuk terus memakai narkoba tetap ada di rumah, maka kekambuhan menjadi pasti. Kalau keluarga juga tidak belajar tentang penanganan adiksi di rumah, bila tidak mendorong agar penyakitnya dikontrol dengan ada paska rawatnya, ya susah ya untuk pulih,” tegasnya,***