Timeline Sejarah Pembuangan Sampah Bantar Gebang, Tahun Ini Setinggi 16 Lantai
Jawa Barat

Tumpukan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang, Bekasi, kembali menjadi sorotan publik.
Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, mengaku terkejut saat melakukan kunjungan mendadak ke lokasi tersebut.
Menurutnya, volume sampah di Bantar Gebang kini sudah menyamai tinggi gedung 16 lantai.
Baca Juga: Gempa Hari Ini: Bekasi Alami Guncangan Tiga Kali
“Saya pakai baju ini tadi habis lihat sampah di Bantar Gebang. Saya kira cuma di kita sampah jadi gunung, kalau disetarakan dengan gedung bisa 16 lantai,” ujar Zulhas dalam acara Food Summit 2025 di Hotel Saint Regis, Jakarta, pada 19 Maret 2025.
Zulhas menambahkan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah menugaskannya untuk menuntaskan persoalan sampah dengan mengubahnya menjadi sumber energi baru. Ia menunggu Instruksi Presiden (Inpres) untuk segera mengeksekusi proyek pengolahan sampah tersebut.
Baca Juga: Gempa Hari Ini di Bekasi, Magnitudo 4,9: Getaran Kuat, Warga Panik
Dari Sampah Jadi Energi
Ilustrasi tempat pembuangan akhir (Meta AI)
Saat ini, di Bantar Gebang sudah tersedia teknologi Refuse Derived Fuel (RDF) yang mampu mengubah sampah menjadi bahan bakar alternatif bagi industri semen.
Namun, teknologi ini hanya bisa bekerja optimal jika sampah dipilah terlebih dahulu. Zulhas optimistis, dengan dukungan penuh pemerintah, proyek besar ini bisa rampung dalam satu tahun.
“Pak Presiden percayakan saya, kasih Inpres, satu tahun selesai dibangun,” tegasnya.
Pemerintah Dinilai Lamban
Ilustrasi tempat pembuangan akhir (Meta AI)
Meski ada rencana ambisius tersebut, masyarakat menilai pemerintah masih bergerak terlalu lambat. Di media sosial, warganet menyuarakan kekecewaan karena masalah sampah Bantar Gebang seolah dibiarkan menumpuk tanpa solusi nyata.
“Kenapa pemerintah seperti menutup mata. Tidak memberikan solusi bertahun-tahun,” kritik seorang pengguna.
Warganet lain menyoroti bahwa teknologi pengolahan sampah di luar negeri jauh lebih maju, mulai dari pengolahan organik menjadi pupuk, plastik menjadi bahan daur ulang, hingga logam yang dimanfaatkan kembali.
“Harusnya ada pabrik atau mesin penyortir sampah antara organik dan anorganik, sehingga bisa diolah lagi jadi bahan baku daur ulang,” tulis komentar lainnya.
Sejarah Panjang Bantar Gebang
Bantar Gebang bukanlah persoalan baru. Tempat pembuangan akhir ini mulai beroperasi sejak 1989, menggantikan TPA di Cililitan, Jakarta Timur, yang tak mampu lagi menampung sampah ibu kota.
Awalnya, Bantar Gebang direncanakan menjadi lokasi modern dengan konsep sanitary landfill, yakni penimbunan sampah dengan sistem lapisan tanah agar tidak menimbulkan pencemaran.
Namun, dalam praktiknya, pengelolaan kerap jauh dari ideal. Laju pertumbuhan penduduk Jakarta dan sekitarnya membuat volume sampah melonjak drastis.
Setiap hari, diperkirakan lebih dari 7.000 ton sampah dikirim ke Bantar Gebang. Akibatnya, lahan seluas lebih dari 100 hektare itu berubah menjadi gunungan sampah raksasa.
Berbagai proyek penanganan telah dicoba, mulai dari kerjasama dengan pihak asing, rencana pembangunan insinerator, hingga program bank sampah di masyarakat. Tetapi, hingga kini, Bantar Gebang masih menjadi simbol problematika tata kelola sampah di Indonesia.