Uji "Fly Ash" Jadi Media Tanam, Cari Solusi Atasi Polusi
Teknologi

FTNews, Jakarta – Pusat Riset Hortikultura dan Perkebunan, Organisasi Riset Pertanian dan Pangan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tak ingin tinggal diam melihat fly ash atau abu terbang teronggok.
Dengan sentuhan riset, tim peneliti sejak tahun 2019 memeras ide, “menyulap†fly ash yang masih dipandang sebelah mata, menjadi solusi atasi polusi.
Tim peneliti dengan pendekatan teknologi berhasil menguji coba fly ash menjadi amelioran atau pembenah tanah (media tanam).
Baca Juga: Awal Puasa Ramadan 2025 Kemungkinan Berbeda? Ini Kata Pakar BRIN
Amelioran merupakan suatu bahan pembenah tanah yang diaplikasikan ke dalam tanah untuk membantu pertumbuhan tanaman. Caranya dengan memperbaiki sifat kimia dan fisika tanah seperti kepadatan, porositas, temperatur dan kesuburan tanah.
Fly ash sebagai bahan amelioran anorganik berpeluang digunakan baik pada dataran tinggi maupun lahan gambut. Di samping itu, pada dataran tinggi fly ash juga dapat menjadi pensubstitusi pupuk kandang karena mengandung Silika (Si) yang tinggi (40-60 persen).
Peneliti Ahli Madya di Pusat Riset Hortikultura dan Perkebunan BRIN, Ismon mengatakan, fly ash mengandung berbagai sumber hara yang lengkap kecuali nitrogen.
Baca Juga: Kampus di AS Larang Penggunaan Tiktok, Ini Alasannya
“Mengandung Silika yang tinggi (40-60 persen SiO2). Mengandung hara, Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg) serta unsur mikro yang lengkap. Si sangat berperan dalam meningkatkan hasil dan kualitas hasil tanaman,†kata Ismon kepada FTNews, di Jakarta, Kamis (30/11).
Fly ash berperan sebagai bahan amelioran untuk meningkatkan kualitas lahan, meningkatkan kadar Si tanah dan menyediakan hara, Ca dan Mg untuk tanaman.
Tim peneliti lanjutnya, menggunakan fly ash dari PLTU Ombilin, Sumatera Barat. Tim mendapatkannya secara gratis karena mendukung pemanfaatan Fly Ash Bottom Ash (FABA) Perusahaan Listrik Negara (PLN).
PLTU Masih Beroperasi
Indonesia saat ini memiliki 126 unit Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara, terbanyak di Kalimantan. Organisasi penggiat lingkungan vokal mengkritisi emisi dan polusi dari pengoperasian PLTU ini.
Bahkan pemerintah pun berkomitmen mendorong penggunaan sumber energi baru terbarukan. Termasuk rencana memensiunkan sejumlah PLTU. Tujuannya mencapai net zero emission maksimal tahun 2060. Artinya di tahun itu tidak ada lagi energi kotor. Energi bersih jadi prioritas.
Fly ash selama ini menjadi beban PLTU dalam pengelolaannya karena membutuhkan biaya, tenaga dan tempat pembuangan. Oleh karena itu lanjut Ismon dengan riset ini, fly ash yang semula hanya limbah yang tidak bernilai bisa periset formulasikan menjadi suatu bahan yang bernilai ekonomis (circular economy).
“Optimalisasi pemanfaatan fly ash di berbagai bidang termasuk pertanian, secara langsung akan mengurangi beban PLN atau negara,†imbuhnya.
Ismon menjelaskan fly ash yang tim riset gunakan mereka formulasikan dengan bahan lain. Dengan komposisi yang tepat dari sumber bahan organik potensial seperti pupuk kandang.
Yang jelas fly ash punya keunggulan. Meningkatkan produktivitas lahan dan ketersediaan hara fosfor. Serta mengefisienkan penggunaan bahan organik. Terutama untuk komoditas sayuran pada lahan kering dataran tinggi yang didominasi jenis tanah andisol. Tanah ini memiliki kemampuan menyerap Fosfat yang sangat tinggi.
Peneliti Ahli Madya di Pusat Riset Hortikultura dan Perkebunan BRIN, Ismon. Foto: BRIN
Uji Coba di Lahan Gambut dan Kering
Hingga saat ini riset baru tim uji cobakan di lahan kering dataran tinggi Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Kemudian di Kecamatan Gunung Talang, Sukabumi. Fly ash tim riset jadikan media tanam dua minggu sebelum penanaman dimulai.
Lahan gambut, dengan segala keunikannya, seringkali dianggap sulit untuk dibudidayakan karena tingkat kesuburan yang rendah dan sifat fisik yang kurang mendukung pertumbuhan tanaman.
Dataran tinggi, meskipun sering dianggap sebagai lahan subur namun ketergantungan terhadap pupuk kandang sangat tinggi untuk dapat berproduksi optimal.
Permasalahan lain, cuaca di dataran tinggi yang tidak menguntungkan seperti curah hujan dan kelembapan tinggi serta berkabut. Hal ini mengakibatkan tingginya serangan hama dan penyakit.
Tahun 2023, tim menguji skala lapangan pada lahan kering dataran tinggi dan lahan gambut untuk komoditas bawang merah. Dengan empat varietas. Satu calon varietas unggul dan tiga varietas unggul lokal bawang merah.
“Alasan pemilihan komoditas tersebut karena merupakan komoditas tanaman pangan strategis nasional,†ucapnya.
Karena baru sebatas riset, penelitian awal ini baru tim kembangkan ke tingkat petani. Untuk lahan kering dataran masih menggunakan kebun percobaan. Sedangkan untuk lahan gambut, juga tahap penelitian dan menggunakan lahan petani.
Hasil uji coba, fly ash mendongkrak hasil panen. Foto: BRIN
Dongkrak Hasil Panen
Dari uji coba ini lanjutnya, pemberian fly ash mendongkrak produktivitas hasil panen bawang merah hingga 50 persen. Uji coba tanam di rumah kaca dan lapangan pun, bisa mengurangi penggunaan 50 persen pupuk kandang.
Hal ini menguatkan asa, fly ash bisa mendorong peningkatan produktivitas pertanian secara berkelanjutan.
Ismon menjelaskan, dengan pemberian 2,5 ton fly ash, hasil panen mencapai 25,9 ton umi basah (umbi +brangkasan)/hektare (ha).
Sedangkan jika pemberian 5 ton fly ash hasil 28,7 ton per ha. Sementara itu tanpa fly ash hasil panen hanya 22,8 ton per ha.
Ia pun berharap riset ini akan terus menemukan formulasi tepat, efektif meningkatkan hasil panen. Dinas pertanian, instansi terkait serta petani pun melirik untuk menerapkannya.
Senada, Ketua Kelompok Riset Pusat Riset Hortikultura dan Perkebunan BRIN Araz Meilin juga berharap ada pengujian lebih lanjut.
“Di antaranya menjadikan fly ash menjadi suatu formulasi yang siap edar. Bisa dimanfaatkan banyak petani dan yang membutuhkannya,†kata Araz.
Optimalisasi pemanfaatan fly ash, berpotensi mengurangi jejak lingkungan dari limbah industri. Sekaligus menciptakan lahan pertanian yang lebih produktif dan ramah lingkungan.
Uji coba tanam menggunakan fly ash. Foto: BRIN
Alternatif Pemanfaatan Fly AshÂ
Direktur Jenderal Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya Beracun (B3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati mengatakan limbah fly ash dari pembakaran batu bara dengan menggunakan teknologi pembakaran stocker masuk kategori limbah B3.
“Oleh karena itu, pengelolaannya mulai dari menyimpan, mengangkut, mengolah dan memanfaatkan dan atau menimbun harus sesuai dengan ketentuan pengelolaan limbah B3,†kata Vivien.
Pengelolaan limbah B3 fly ash tersebut harus dilengkapi dengan persetujuan teknis dan kelayakan operasi yang Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan terbitkan.
Sementara itu, limbah fly ash dari pembakaran batu bara dengan menggunakan teknologi non stocker maka termasuk limbah non B3 terdaftar.
Menurut Vivien, fly ash kategori limbah B3 pengelolaannya khusus. Mulai dari penyimpanan, pemanfaatan dan penimbunan memerlukan dokumen rincian teknis. Penghasil penyusun kelengkapan itu dengan mengantongi persetujuan lingkungan.
“KLHK telah mendorong pemanfaatan limbah fly ash sebagai alternatif atau substitusi bahan baku dalam industri semen, batching plant, material untuk pembuatan batako/paving blok oleh UMKM. Serta material lapis pondasi jalan baik oleh penghasil maupun oleh pihak lain di luar penghasil,†paparnya.
Kegiatan pemanfaatan menjadi prioritas dalam mengelola fly ash. Namun saat ini memerlukan komitmen yang tinggi dari penghasil limbah fly ash dalam memanfaatkannya pascapenetapan sebagai limbah non B3.
Sehingga limbah fly ash terkontrol dan masih potensial dapat dimanfaatkan pada masa mendatang.
“Sejak tahun 2000an ada banyak permohonan yang disampaikan ke KLHK terkait dengan pemanfaatan fly ash sebagai pembenah tanah. Namun hingga saat ini belum ada keberhasilan yang ditunjukkan secara masif,†tuturnya.
Fly ash di PLTU batu bara. Foto: Istimewa
Benahi Sumber Pencemar
Pengampanye Iklim dan Energi Greenpeace Bondan Andriyanu menilai, dengan ukurannya yang kecil fly ash yang tanpa penanganan akan terpapar angin dan mencemari lingkungan.
Kemudian jika fly ash memang ingin jadi media tanam perlu kajian mendalam. Apakah perlu ada perlakuan khusus tertentu, sehingga bisa mencegah jika ada kandungan logam berat tidak mencemari lingkungan.
“Perlu riset apakah fly ash yang keluar dari PLTU bisa langsung jadi pupuk atau perlu treatment khusus dari periset atau akademisi,†tandasnya.
Pakar Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Bambang Hero Saharjo berpandangan, fly ash memang punya potensi untuk dimanfaatkan di bidang pertanian.
“Perlu dimix dengan pupuk kandang, kompos dan organik lainnya. Sehingga tidak hanya bersifat racun tapi bisa dimanfaatkan,†ungkapnya.
Hal penting lainnya, karakteristik abu terbang dari setiap PLTU tidak sama. Jika ingin ada pemanfaatan untuk tanaman hortikultura atau mungkin reklamasi pascatambang harus ada riset spesifik.