Dua Kali Usir Mitra Kerja, DPR Tunjukkan Kuasanya atas Pemerintah?

Forumterkininews.id, Jakarta - Mengawali tahun 2022 Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) terkesan membuat gaduh dengan arogansi. Pasalnya di pekan kedua awal tahun, Komisi III DPR RI mengusir ketua Komnas Perempuan karena terlambat menghadiri Rapat Kerja.

Kemudian di minggu ketiga awal tahun 2022, giliran Komisi VIII yang mengusir Sekjen Kementerian Sosial, Haryy Hikmat.  Komisi VIII DPR mempersoalkan komunikasi Harry ke Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily yang dinilai tidak pantas.

Ace mengungkapkan, ia sempat dianggap sinis oleh Harry terkait kunjungan kerja Risma. Dimana Risma tidak memberi kabar kepada anggota Komisi VIII dari daerah pemmilihan setempat.

“Terus terang ketika Ibu ke dapil saya, lalu enggak memberitahu kami. Padahal kesepakatan kita bersama setiap kali Ibu Menteri ke dapil setidaknya diberitahu dan itu yang ngatur adalah Sekjen,” kata Ace.

“Sekjen memang waktu itu telah minta maaf, tapi setelah itu nyerocos bu. Bilang apa yang saya lakukan itu sinis. Saya diundang Kementerian Sosial enggak pernah datang. Apa urusannya bicara seperti itu?” ujar Ace melanjutkan.

Politikus Partai Golkar tersebut mengaku tidak mempersoalkan masalah itu secara pribadi, tetapi koleganya di Komisi VIII mendorongnya untuk berbicara soal masalah itu. Menurut Ace, permintaan agar anggota Komisi VIII DPR diberi tahu saat Risma berkunjung ke daerah pemilihan merupakan bentuk pengawasan, bukan sinis.

Tanggapan Pengamat

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai sikap DPR tersebut seolah ingin menunjukkan punya kuasa atas pemerintah. “Yang penting bisa mengekspresikan diri sebagai lembaga yang penuh kuasa atas pemerintah dan karenanya kesalahan kecil saja sudah harus sampai mengusir,” kata Lucius.

BACA JUGA:   Tanggapan AKBP Dody Terkait Manuver Teddy Minahasa

Menurut Lucius, tidak ada alasan yang dapat diterima dari tindakan pengusiran itu. Ia mencontohkan, alasan pengusiran Sekjen Kemensos, Harry Hikmat dari rapat Komisi VIII karena masalah komunikasi yang bermasalah semestinya bisa diselesaikan dengan komunikasi yang baik.

“Tersinggung sedikit langsung usir. Padahal kalau masalah di komunikasi, maka selesaikan dengan komunikasi yang baik. Dan komunikasi yang baik bukan dengan mengusir Sekjen tetapi mengajaknya berkomunikasi yang baik menurut versi DPR itu,” kata Lucius.

Sementara itu pengamat politik Universitas Al Azhar Ujang Komarudin mengkritik sikap DPR yang mengusir mitra kerjanya dari rapat kerja dalam beberapa waktu terakhir. Ujang berpandangan, pengusiran itu tidak perlu terjadi karena masalah yang memicu pengusiran itu semestinya bisa dibicarakan dengan baik.

“Semua hal itu bisa dibicarakan. Kan ada aturan dan tata tertib dalam rapat. Dihormati saja. Jika ada yang melanggar, ya bisa diingatkan. Seharusnya pengusiran tersebut tak perlu terjadi, karena jika wakil rakyat tersebut diusuir oleh rakyat juga tak enak,” kata Ujang, Kamis (20/1).

Menurut Ujang, sikap DPR tersebut justru tidak menunjukkan sikap orang yang terhormat, padahal DPR ingin disebut sebagai wakil rakyat yang terhormat. “Kelihatannya mereka ingin dihormati lahir batin, ingin dispecialkan. Sehingga ketika ada yang tak berkenan bagi mereka, langsung hajar saja,” ujar Ujang.

 

Artikel Terkait