Aturan Penagihan Utang Pakai Debt Collector Disorot: Ini Desakan Komisi III DPR ke OJK

Aturan penagihan utang memakai jasa Debt Collector mendapatkan sorotan tajam dari Anggota Komisi III DPR RI Abdullah.
Abdullah mendesak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar menghapus isi pasal pada Peraturan OJK Nomor 22 Tahun 2023 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan pada Pasal 44 ayat (1) dan (2).
Di mana, aturan itu mengizinkan pelaku jasa keuangan menagih utang melalui pihak ketiga atau debt collector.
Baca Juga: Arogansi Arteria Berbuah Hujatan Masyarakat dan Teguran Keras Partai
Menurut Abdullah, debt collector justru banyak melakukan pelanggaran, yakni menagih utang tidak sesuai aturan, bahkan sampai melakukan tindak pidana.
“Saya mendesak OJK menghapus aturan pelaku jasa keuangan yang boleh melakukan penagihan utang menggunakan jasa pihak ketiga,” kata Abdullah kepada wartawan, Sabtu (11/10/2025).
Baca Juga: Mamat Alkatiri Dilaporkan ke Polisi Akibat Roasting Anggota DPR
“Alasannya, praktik di lapangan tidak sesuai aturan dan malah banyak tindak pidana, saya mendorong juga masalah utang ini diselesaikan secara perdata,” sambungnya.
3.858 Aduan Penagihan Utang oleh Pihak Ketiga
Ilustrasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). [Int]
Adapun menurut data OJK periode Januari hingga 13 Juni 2025, terdapat 3.858 aduan terkait penagihan utang oleh pihak ketiga yang tidak sesuai dengan ketentuan. Mereka diduga banyak melakukan tindak pidana, mulai dari ancaman, kekerasan dan mempermalukan.
“Namun pertanyaan saya, sudah berapa banyak perusahaan jasa keuangan yang diberi sanksi administratif atau bahkan sampai pidana?” ungkap Abdullah.
Masalah Utang Diselesaikan Secara Perdata
Ilustrasi Debt Collector. [Int]
Dia pun mengusulkan masalah utang ini diselesaikan melalui perdata. Menurutnya, cara ini bisa meminimalisir risiko pelanggaran seperti tindak pidana.
“Melalui perdata perusahaan jasa keuangan mesti mengikut mekanisme yang ada. Mulai dari penagihan, penjaminan, sampai penyitaan,” jelasnya.
“Mereka yang berutang atau debitur, jika tidak mampu membayar juga akan masuk daftar hitam atau blacklist nasional melalui Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) Bank Indonesia atau OJK,” tutup Abdullah.