Diberikan Kewenangan Penyadapan, Jaksa Agung: Jangan Disalahgunakan!
Nasional

Forumterkininews.id, Jakarta - Undang-undang (UU) Kejaksaan Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia telah resmi disahkan dalam rapat paripurna DPR RI, Selasa (7/11/2021). Salah satu poin dalam UU Kejaksaan yang baru ini, bahwa jaksa diberikan kewenangan melakukan penyadapan dalam pengungkapan suatu tindak pidana.
“Kewenangan melakukan penyadapan dan menyelenggarakan pusat pemantauan di bidang tindak pidana. Melalui undang-undang ini, kejaksaan memiliki dasar hukum yang kuat dalam melakukan penyadapan," kata Jaksa Agung RI ST Burhanuddin dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu (8/12/2021).
Jaksa Agung mengatakan, UU Kejaksaan yang baru telah memperkuat dasar hukum Korps Adhayaksa dalam melakukan penyadapan. Kejaksaan sendiri memiliki yang namanya Adhyaksa Monitoring Center.
Baca Juga: Di Rakornas BNPB, Kapolri Bicara Langkah Konkret Manajemen Risiko Bencana
Lebih lanjut Burhanuddin menjelaskan bahwa penyadapan tidak hanya diperlukan dalam tahap penyidikan melainkan juga pada tahap penuntutan, eksekusi, dan pencarian buron.
"Hati-hati dan jangan disalahgunakan dalam menggunakan kewenangan ini karena terkait dengan hak privasi," ucapnya.
Dengan kewenangan ini, kejaksaan akan menambah satu pusat dalam strukturnya, yakni pusat pemantauan yang akan menunjang pelaksanaan tugas penyadapan.
Baca Juga: Polisi Turunkan Paksa Lima Drone di Sirkuit Mandalika
"Kita akan menambah satu pusat lagi, yaitu pusat pemantauan (monitoring center) yang akan menunjang pelaksanaan tugas penyadapan," ujar Burhanuddin.
Dia bersyukur RUU tentang Perubahan Atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI telah disahkan oleh DPR RI. Ia mengharapkan Undang-Undang Kejaksaan yang baru ini akan memperkuat kedudukan institusi kejaksaan, baik dari sisi organisasi maupun kewenangan.
"Dengan terbitnya undang-undang baru ini, saya berharap kita dapat mempergunakan setiap kewenangan yang melekat pada diri kita," kata Jaksa Agung.
Ia mengingatkan jajaran kejaksaan jangan terpaku dengan satu kewenangan semata, yaitu penuntutan, sedangkan kewenangan-kewenangan lainnya diabaikan.
"Mari kita introspeksi dan lakukan yang terbaik apa yang telah menjadi amanat undang-undang," ujarnya.
Burhanuddin meminta jajarannya untuk mencermati undang-undang baru tersebut dan segera menyiapkan sarana serta regulasi turunan sebagai tindak lanjut dari undang-undang itu, sehingga kebaruan yang diatur dalam undang-undang baru bisa segera diimplementasikan.
Selain itu, mantan Kepala Kejati Sulsel ini, kewenangan dalam pemulihan asset.   Kejaksaan berwenang melakukan kegiatan penelusuran, perampasan, dan pengembalian aset perolehan tindak pidana dan aset lainnya kepada negara, korban, atau yang berhak.
“Keberadaan Pusat Pemulihan Aset memiliki legitimasi yang kuat melalui undang-undang ini,†paparnya.
Kendati demikian, lanjut Burhanuddin, arah penegakan hukum yang lebih mengedepankan keadilan restoratif. Kebijakan hukum pidana Indonesia telah terjadi pergeseran paradigma dari keadilan retributif atau pembalasan menjadi keadilan restoratif.
Melalui Undang-Undang Kejaksaan yang baru ini, instansi penegak hukum yang kini dipimpinnya diberikan peran untuk menggunakan dan mengedepankan keadilan restoratif sebagai salah satu perwujudan dari diskresi penuntutan dan kebijakan leniensi.
Prinsip keadilan hukum, Burhanuddin menmbahkan, akan selalu menjadi hal yang utama dalam setiap upaya penegakan hukum yang dilakukan dengan cara menimbang, antara kepastian hukum dan kemanfaatan hukum, serta menyeimbangkan yang tersirat dan tersurat berdasarkan hati nurani.
“Saya tidak menghendaki para Jaksa melakukan penuntutan asal-asalan, tanpa melihat rasa keadilan di masyarakat. Ingat, rasa keadilan tidak ada dalam text book, tetapi ada dalam Hati Nurani,†tandasnya. []