Mahasiswa Timor-Leste Demo Tolak Toyota Prado untuk Parlemen, Polisi Tembakkan Gas Air Mata
Politik

Rencana pemerintah Timor-Leste untuk membeli mobil dinas baru Toyota Prado bagi anggota parlemen menuai gelombang penolakan.
Kebijakan yang dinilai mewah dan tidak sensitif terhadap kondisi rakyat ini memicu protes besar di ibu kota Dili, hingga berujung bentrokan antara mahasiswa dengan aparat kepolisian.
Baca Juga: Pajak Avanza di Indonesia Rp5 Juta, di Thailand Hanya Rp150 Ribu per Tahun
Aksi Mahasiswa di Depan Gedung Parlemen
Timor Leste diguncang demonstrasi mahasiswa yang menolak mobil dinas Toyota Prado untuk anggota parlemen. (Mundo En Conflicto)
Lebih dari 1.000 pengunjuk rasa, mayoritas mahasiswa, berkumpul di sekitar Parlemen Nasional Timor-Leste.
Baca Juga: Biodata dan Agama Rheza Sendy Pratama, Mahasiswa Amikom Yogyakarta yang Meninggal Saat Demo
Mereka menolak rencana penyediaan satu unit mobil Toyota Prado bagi masing-masing dari 65 anggota parlemen.
Bagi massa aksi, keputusan yang disahkan tahun lalu itu menunjukkan jurang antara elite politik dengan rakyat. Timor-Leste sendiri masih menghadapi kenyataan pahit, di mana lebih dari 40 persen penduduk hidup di bawah garis kemiskinan menurut data Bank Dunia.
"Kami meminta anggota parlemen untuk membatalkan keputusan pembelian mobil Prado demi kepentingan rakyat. Jika tidak, kami akan tetap berdiri di sini," tegas Leonito Carvalho, mahasiswa dari Universidade da Paz, Dili.
Dari Damai ke Bentrokan
Toyota Prado (YouTube Fitra Eri)
Aksi unjuk rasa awalnya berlangsung tertib. Namun situasi berubah ricuh setelah sejumlah demonstran melemparkan batu ke arah gedung parlemen dan merusak beberapa kendaraan.
Polisi kemudian melepaskan tembakan gas air mata untuk membubarkan massa.
Sedikitnya empat mahasiswa terluka akibat insiden tersebut dan harus dilarikan ke fasilitas kesehatan terdekat.
Kepolisian melalui juru bicara Justino Menezes menegaskan akan memanggil koordinator aksi untuk dimintai pertanggungjawaban atas kerusakan.
Elite Politik Mulai Berbalik Arah
Menariknya, sejumlah partai politik yang sebelumnya menyetujui pengadaan mobil dalam anggaran 2025 kini mengubah sikap. Kongres Nasional untuk Rekonstruksi Timor,
Partai Demokrat, dan Partai Memperkaya Persatuan Nasional Putra-Putra Timor dalam pernyataan bersama menegaskan bahwa kebijakan tersebut “tidak mencerminkan kepentingan publik.”
Pernyataan itu memperlihatkan adanya tekanan politik yang makin kuat dari masyarakat, sekaligus potensi revisi anggaran di parlemen.
Jurang Sosial Ekonomi yang Melebar
Isu mobil dinas bagi anggota parlemen ini bukan sekadar soal kendaraan, melainkan simbol ketidakadilan di negara muda tersebut. Timor-Leste masih menghadapi ketimpangan sosial, pengangguran, kekurangan gizi, serta ketergantungan besar pada minyak bumi.
Minimnya diversifikasi ekonomi membuat masyarakat semakin rentan, sementara fasilitas untuk pejabat justru terus bertambah.
Sebagai negara yang baru meraih kemerdekaan dari Indonesia pada tahun 2002 setelah 24 tahun pendudukan, Timor-Leste kini berada di persimpangan: apakah memilih membangun legitimasi rakyat dengan fokus pada kebutuhan dasar, atau memperkuat citra elite politik dengan fasilitas mewah.
Tuntutan Generasi Muda
Aksi mahasiswa ini menegaskan bahwa generasi muda Timor-Leste tidak tinggal diam terhadap kebijakan yang dianggap tidak adil. Mereka melihat perjuangan menolak pembelian mobil dinas sebagai simbol perlawanan atas gaya hidup elite politik yang kontras dengan realitas rakyat.
Jika tuntutan tidak diindahkan, bukan tidak mungkin aksi ini akan menjadi gerakan sosial yang lebih besar, bahkan berpotensi mengubah dinamika politik dalam negeri Timor-Leste.
Sumber: ABC News Australia