Marak Kasus Penembakan, Bagaimana Aturan Penggunaan Senjata Api oleh Anggota Polisi?
Nasional

Kasus penembakan yang dilakukan oleh oknum anggota polisi, belakangan ini ramai terjadi di sejumlah daerah.
Kasus tersebut cukup mendapatkan perhatian publik, karena viral di sejumlah media sosial.
Diantaranya adalah kasus penembakan oknum polisi terhadap pelajar di Semarang, Jawa Tengah, akhir November 2024 lalu.
Baca Juga: Saksi Ahli: Pernyataan Sambo Tidak Ikut Menembak Terindikasi Berbohong
Setelah itu ada kasus yang baru terungkap di awal Desember 2024, yakni penembakan oknum polisi terhadap warga Lampung, yang dituding pencuri motor.
Terakhir, kasus di Palangka Raya, Kalimantan Tengah, dimana seorang anggota polisi menembak mati seorang sopir dan membawa kabur mobilnya.
Jika dilihat dari sudut pandang yang lebih luas, kasus penembakan oleh polisi tidak hanya memakan korban warga sipil.
Baca Juga: Tidak Bawa Putri Candrawathi Visum jadi Penyesalan Ferdy Sambo
Kasus polisi tembak polisi pun terjadi beberapa kali. Terdekat adalah kasus polisi tembak polisi di Kabupaten Solok Selatan.
Kasus polisi tembak rekan sejawatnya terjadi di Solok Selatan, Sumatera Barat pada Jumat (22/11/2024).
Korban penembakan adalah Kasat reskrim Polres Solok Selatan, AKP Ryanto Ulil-Anshar.
Sementara pelaku penembakan adalah koleganya sendiri, Kabag Ops Polres Solok Selatan, AKP Dadang Iskandar.
Korban ditembak dua kali di bagian wajah dan diduga dari jarak dekat sehingga membuatnya meninggal dunia.
Peristiwa itu diduga berkaitan dengan aktivitas tambang illegal galian C. Sebab sebelum penembakan terjadi, AKP Ryanto menangkap seorang pelaku tambang illegal.
Sementara itu, jauh ke belakang kita masih ingat dengan kasus Ferdy Sambo, dimana ia menembak mati ajudannya Brigadir J ayau Nofriyansyah Joshua Hutabarat, pada 2022 lalu.
Rentetan kasus itu membawa kita pada satu pertanyaan, bagaimana sebenarnya aturan penggunaan senjata api oleh aparat kepolisian?
Untuk menjawabnya, simak ulasan berikut ini.
Aturan mengenai penggunaan senjata api oleh anggota kepolisian tercantum dalam Perkapolri No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Lalu ada juga di dalam Perkapolri No. 1 tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.
Dalam Pasal 47 Perkapolri 8/2009 disebutkan bahwa:
(1) Penggunaan senjata api hanya boleh digunakan bila benar-benar diperuntukkan untuk melindungi nyawa manusia.
(2) Senjata api bagi petugas hanya boleh digunakan untuk:
a. dalam hal menghadapi keadaan luar biasa;
b. membela diri dari ancaman kematian dan/atau luka berat;
c. membela orang lain terhadap ancaman kematian dan/atau luka berat;
d. mencegah terjadinya kejahatan berat atau yang mengancam jiwa orang;
e. menahan, mencegah atau menghentikan seseorang yang sedang atau akan melakukan tindakan yang sangat membahayakan jiwa; dan
f. menangani situasi yang membahayakan jiwa, dimana langkah-langkah yang lebih lunak tidak cukup.
Sementara itu, dalam Pasal 8 ayat 1 Perkapolri 1/2009, ketentuan penggunaan senjata api oleh anggota polisi adalah sebagai berikut.
a. tindakan pelaku kejahatan atau tersangka dapat secara segera menimbulkan luka parah atau kematian bagi anggota Polri atau masyarakat;
b. anggota Polri tidak memiliki alternatif lain yang beralasan dan masuk akal untuk menghentikan tindakan/perbuatan pelaku kejahatan atau tersangka tersebut;
c. anggota Polri sedang mencegah larinya pelaku kejahatan atau tersangka yang merupakan ancaman segera terhadap jiwa anggota Polri atau masyarakat.
Dalam Pasal 8 ayat 2 perkapolri 1/2009 ditegaskan, pada prinsipnya penggunaan senjata api oleh pilisi merupakan upaya terakhir yang bisa dilakukan untuk menghentikan tindakan pelaku kejahatan atau tersangka.
Dengan ketentuan itu, seorang anggota polisi hanya bisa menggunakan senjata api saat adanya ancaman terhadap jiwa manusia.
Hal inilah yang tidak kita temui dalam deretan kasus polisi tembak warga sipil, maupun polisi tembak polisi yang telah diulas di atas.
Dan menurut Pasal 48 huruf b Perkapolri 8/2009 disebutkan sebelum menggunakan senjata api, polisi harus memberikan peringatan yang jelas, dengan cara sebagai berikut:
1. Menyebutkan dirinya sebagai petugas atau anggota Polri yang sedang bertugas;
2. Memberi peringatan dengan ucapan secara jelas dan tegas kepada sasaran untuk berhenti, angkat tangan, atau meletakkan senjatanya; dan
3. Memberi waktu yang cukup agar peringatan dipatuhi
Lalu menurut Pasal 15 Perkapolri 1/2009 disebutkan, sebelum melepaskan tembakan, polisi juga harus memberikan tembakan peringatan ke udara atau tanah dengan hati-hati.
Tujuannya adalah untuk menurunkan moril pelaku kejahatan tersebut serta memberikan peringatan sebelum melepas tembakan pada pelaku.
Selain itu ada ketentuan pengecualian yang menyebutkan peringatan tidak perlu dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi di lapangan.
Ketentuan itu ada di Pasal 48 huruf c Perkapolri 8/2009. Pengecualian yang dimaksud adalah dalam keadaan yang sangat mendesak, dimana penundaan waktu diperkirakan dapat mengakibatkan petugas atau orang lain di sekitarnya mengalami kematian atau luka berat.