Pelukis Sohieb Usung Dahsyatnya Sembilan Lukisan Relief Borobudur

Lifestyle

Kamis, 10 Juli 2025 | 18:21 WIB
Pelukis Sohieb Usung Dahsyatnya Sembilan Lukisan Relief Borobudur
Pelukis Sohieb Toyaroja

Pelukis Sohieb Toyaroja besok, Jumat 11 Juli 2025, meluncurkan pameran bertajuk ‘Borobudur; The Way of Life’ di Tugu Kunstkring Paleis, Menteng, Jakarta. Pelukis ini menyalin tafsir rupa dengan membaca ulang 1.460 relief yang ada di dinding-dinding Candi Borobudur dengan menjadikan hanya 9 lukisan secara sangat intim dan personal.

rb-1

Pameran rencananya akan secara resmi dibuka oleh H. Teuku Riefky Harsya, Menteri Ekonomi Kreatif RI. Sembilan Lukisan itu adalah berjudul Samodra Raksa, Manohara, Raja-Raja, Stupa, Jataka, Gajah, Sakre, Dewi Hariti, dan karakter Buddha.

Sohieb melukiskan kembali lewat rujukan foto-foto di buku “1460 Buku Pandu Relief Naratif Mahastupa Borobudur”, karya Handoko Vijjananda, terbitan Ehipassiko Foundation.

Baca Juga: Direktur Kementerian Ekraf Dukung Pelukis Sohieb Toyaroja Ikut Pertukaran Pelukis Indonesia-Eropa

rb-3

Ia mempresentasikajn ulang cara pandang menyalin visualisasi foto-foto di buku tersebut. Saat sama menawarkan apresian untuk memahami ulang bagaimana para seniman ratusan tahun lalu mencipta simbol-simbol sakral di relief candi Borobudur.

Terpikat Sejarah dan Tradisi

“Samodra Raksa”, 435cm x 152cm Oil on Canvas, 2025“Samodra Raksa”, 435cm x 152cm Oil on Canvas, 2025

Baca Juga: Dedengkot Slang Bongky Marcel Bicara Kedekatannya dengan Pelukis Sohieb Toyaroja

“Saya sejak lama terpikat melukis menyoal sejarah dan tradisi. Tentunya pengaruh pertemuan saya dengan para jurnalis, arkeolog, filolog juga sejumlah kritikus seni dan kurator seni. Selain, membaca buku-buku yang membuat pemahaman saya tentang Borobudur makin berarti,” kata Sohied Toyaroja.

Seperti katanya dalam wawancara, bahwa ia sering melakukan perjalanan yang lebih dikatakan sebagai obseravasi batin sebagai orang Jawa, bahkan sampai ke Pulau Bali.

“Saya menyukai bertandang ke situs-situs tertentu yang dianggap sebagai petilasan dan artefak serta penanda Kerajaan atau candi-candi. Itu sebagai simbol kearifan leluhur Jawa, agar saya bisa menghayatinya sebagai seniman yang kebetulan dari Jawa,” imbuhnya.

Citralekha

Pameran Borobudur ini, seturut penulis dan peneliti budaya, Wendri Wanhar, menyatakan bahwa Sohieb Toyaroja mengingatkan kita kepada sebutan Citralekha. “Gambar di Mandala Borobudur yang pada masa kini disebut relief, pada masa lampau disebut Citraloka. Seniman yang membuat karya seni nan agung itu disebut Citralekha,“ ujarnya.

Para Citralekha menoreh elemen visual atau wirupa Borobudur berpedoman kepada gerak semesta. Menimbang terbit dan tenggelamnya matahari searah jarum jam, yang menurut Wendry familar disebut Purwa Daksina.

“Maka membaca elemen rupa Borobudur, seturut ajaran Budhis adalah kita selayaknya meposisikan diri secara sakral untuk membuka tabir rahasia gambar-gambar tersebut dengan jalan Mudra,” imbuhnya.

Jiwa Dalam Kanvas

Pelukis Sohieb Toyaroja Pelukis Sohieb Toyaroja

Sementara itu, seorang lawyer dan pecinta seni Pahrur Dalimunthe menyebut bahwa lukisan Sohieb menampilkan subjek dan materi yang kompleks serta jauh dari kesan sederhana.

“Sepertinya ada ruh dan jiwa yang hidup dalam semua bentuk dan warna-warna yang ditampilkan. Saya merasakan kedalaman narasi yang berbicara tentang spiritualitas, harapan, dan konsistensi yang khas memerangkap pemahaman tanpa harus dengan berkata-kata”’ ujarnya.

Menurut Pahrur dalam sambutan di katalog menyebut, ”karya Sohieb tak merupakan hanya dekorasi. Namun lebih pada semacam konektor yang mengingatkan bahwa Borobudur dan lukisan relief-relief itu bukanlah sekedar candi Buddha terbesar di dunia. Tapi tak diragukan Borobudur sejatinya membawa pesan mahakarya dari kebijaksanaan Indonesia kuno.”

Dibangun di sekitar 824 Masehi, Borobudur adalah Magnum Opus ayah dan putri kesayangannya, Maharaja Samaratungga dan Putri Mahkota Pramodhawardhani yang berasal dari dinasti Syailendra dan memimpin Mataram kuno sebagai Kerajaan Budha terbesar di Pulau Jawa.

Samodra Raksa

Sementara itu, jurnalis senior sekaligus pemerhati budaya, Roso Daras menyatakan Sohieb dalam melukis meskipun secara intuitif tak melakoni metodologis ilmiah. Namun, ia secara strategis membedah buku ”1460 Buku Pandu Relief Naratif Mahastupa Borobudur” setebal 704 halaman itu secara mendetail dengan menerapkan justru langkah-langkah khusus dalam kanvas-kanvas lukisannya.

“Sohieb telah sejak awal membuat persiapan, melewati upaya inkubasi, selain akhirnya menemukan pencerahan dan seterusnya verifikasi, persis teori-teori kajian seni penciptaan visual,” kata Roso menerangkan.

“Sohieb memilih relief yang jadi andalan utamanya, yang diberi juluk Samodra Raksa. Menggambarkan makna penting, baik dalam konteks sejarah, budaya maupun spiritual tentang penjelajahan samudera. Sebagai bukti peradaban maritim yang sudah ada pada leluhur kita sejak berabad-abad lalu,“ ujarnya menambahkan.

Manohara

Manohara, 100 cm x 280 cm, Oil on Canvas, 2025Manohara, 100 cm x 280 cm, Oil on Canvas, 2025

Karya lainnya masih menurut Roso adalah Manohara, yang memancarkan kisah moral yang terpancar dari relief tersebut adalah kisah cinta antara Pangeran Sudhana dan bidadari Manohara yang penuh rintangan dan ujian. Kisah ini mengandung nilai-nilai moral tentang cinta, kesetiaan, keberanian, dan pengorbanan.

“Secara singkat, kesembilan karya Sohieb Toyaroja pada hakikatnya adalah sebuah Kitab kehidupan, yang mana Umat Buddha bisa memaknainya sebagai ajaran Tripitaka. Umat beragama lain bisa menyandarkan pada kesamaan budi yang diajarkan kitabnya sendiri-sendiri,” ujarnya menambahkan.

Lukisan-lukisan Sohieb, menantang kita dalam bahasa visual kuno, yang sebagian cendekiawan rupa membahasanya secara berbeda dengan cara bagaimana Barat memahami Candi di Timur.

Sohieb membawa kita megulik kembali apa yang disebut Wimba, sebuah konstruksi visual pemahaman bahasa khusus seni rupa Timur tentang wira rupa yang terabaikan sejak abad ke-10 Masehi. Yang kemudian kita tahu, Borobudur ditemukan kembali oleh Sir Thomas Stamford Raffles di abad ke-19 Masehi dan segala kekayaan visualnya.

Borobudur, sempat “hilang” selama hampir 900 tahun dalam lebatnya hutan belantara. Sekarang oleh Pelukis Sohieb digsali kembali medampingi pengetahuan para arkeolog, filolog dan sejarawan menemukan bahasa visual Timur di pameran ini.***

Tag Pelukis Sohieb Toyaroja Pameran Lukisan Borobudur The Way of Life

Terkini