Riset Sampah Laut, Reza Cordova Jadi Profesor Riset Nasional ke-667
Sosial Budaya

FTNews - Sampah laut dan pencemaran akibat sampah plastik, menarik Muhammad Reza Cordova merisetnya. Temuan fakta ilmiah inilah yang akhirnya mengantarkan pria kelahiran Bogor 37 tahun lalu ini dikukuhkan menjadi profesor riset nasional Indonesia ke-667.
Dalam orasi ilmiahnya saat pengukuhan di Auditorium Sumitro Djojohadikusumo, Gedung B.J. Habibie, Jakarta, Kamis (25/4), peneliti ahli utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) ini menyoroti isu pencemaran yang mengancam keanekaragaman hayati laut. Penyebabnya pencemaran laut akibat sampah plastik dan juga perubahan iklim.
Menurutnya, Indonesia adalah negara maritim dengan luas laut lebih dari 6,4 juta km persegi. Memiliki kekayaan biodiversitas laut tertinggi di dunia, yang selama ini telah memberikan manfaat bagi 270 juta penduduk Indonesia. Namun, pada dua dekade terakhir, muncul isu pencemaran yang dapat mengancam keanekaragaman hayati laut.
Baca Juga: Miliki Endemisitas Tinggi, Inilah Satwa-satwa Asli Sulawesi!
Satu dekade terakhir, profesor riset termuda BRIN ini bersama timnya maraton meriset sampat laut. Riset mereka lakukan di bawah naungan Pusat Penelitian Oseanografi LIPI yang bertransformasi menjadi Pusat Riset Oseanografi BRIN.
Delapan tahun terakhir lanjutnya, tim penelitian sampah laut juga fokus meneliti terkait pengelolaan sampah laut di Indonesia.
"Riset untuk mencari strategi dalam rangka menanggulangi pencemaran sampah plastik untuk mendukung ekonomi sirkuler sampah plastik," kata peraih gelar doktor di bidang Aquatic Biosciences dari Tokyo University of Agriculture Jepang 2021 ini.
Baca Juga: 2023 Resmi Menjadi Tahun Terpanas Dalam Sejarah
Pakar pencemaran laut yang memiliki dua paten ini melakukan riset sampah laut berupa plastik di hampir seluruh provinsi di Indonesia. Sumbernya mulai dari daratan, pesisir dan lautan.
Ia pun menekankkan pentingnya penelitian untuk mendukung target Pemerintah Indonesia menurunkan kebocoran sampah plastik sebesar 70 persen. Lalu 100 persen pada tahun 2060.
"Indonesia termasuk salah satu dari sepuluh negara yang melepaskan sampah plastik ke lautan terbesar di dunia," imbuhnya.
Ilustrasi sampah di tepi laut. Foto: canva
Sampah Plastik Bocor ke Lingkungan
Jumlah timbunan sampahnya mencapai lebih dari 36 juta ton per tahun. Di mana, lebih dari sepertiganya tidak terkelola kemudian bocor ke lingkungan. Sampah yang bocor ke lingkungan, 18 persen di antaranya atau lebih dari enam juta ton merupakan sampah plastik.
Menurut Reza, permasalahan berikutnya yaitu proporsi sampah plastik yang terus meningkat setiap tahunnya antara 40 hingga 90 persen berupa sampah plastik. Penyebabnya karena terus meningkatnya produksi dan konsumsi sampah plastik, tanpa dibarengi dengan pengelolaan sampah plastik.
Pusat Riset Oseanografi BRIN mengestimasi jumlah kebocoran sampah plastik Indonesia sebesar 0,27 hingga 0,59 juta ton per tahun. Data ini kemudian dijadikan rujukan pemerintah dalam menentukan strategi nasional pengelolaan sampah plastik pada tahun 2019.
Sampah plastik yang terakumulasi di muara sungai, dengan berjalannya waktu dapat menyebar melintasi negara bahkan benua.
“Sebanyak 10 hingga 20 persen sampah sampah plastik laut asal Indonesia dapat bergerak ke Samudra Hindia. Bahkan kurang dari satu tahun sampah plastik asal Indonesia dapat ditemukan di Afrika Selatan kemudian berpindah posisi ke Samudra Atlantik,†terang Reza.
Manusia menghirup mikroplastik pada setiap harinya. Foto: canva
Ancaman Mikroplastik
Sampah plastik yang menyebar ini menurut Reza dapat mengakibatkan masalah yang lebih besar dan kompleks.
“Dalam perjalanannya, sampah plastik di lautan akan terpapar radiasi ultraviolet, gaya mekanik, reaksi oksidasi dan hidrolisis. Serta biodegradasi akibat peran mikroba di alam menyebabkan ukuran sampah plastik yang kian mengecil berukuran mikroskopis atau kita kenal dengan istilah mikropastik,†jelas Reza.
Menurutnya, miroplastik akan menambah masalah serta menjadi tantangan global berikutnya.
Sampah plastik dapat ditemukan di udara, darat, air tawar, air laut, sedimen, bahkan perairan laut dalam. Akibatnya, keberadaan plastik terutama mikroplastik terdeteksi ada di dalam tubuh organisme laut.
“Kondisi ini sangat membahayakan kesehatan serta dapat menyebabkan kematian,†pungkasnya.