Sidang Pelanggaran HAM Berat Paniai Digelar Secara Maraton

Forumterkininews.id, Makassar – Sidang perkara dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di Paniai, Papua Barat, pada 8 Desember 2014 dengan terdakwa Mayor Infanteri (Purn) Isak Sattu dijadwalkan digelar secara maraton.

“Karena tidak mengajukan eksepsi (nota keberatan) dari pihak penasihat hukum, maka dilanjutkan ke proses pembuktian. Dari usulan Jaksa Penuntut Umum (JPU) akan diproses cepat. Dua kali sidang dalam seminggu,” kata Ketua Majelis Hakim Peradilan HAM Sutisna Sawati di Ruangan Prof Bagir Manan Pengadilan Negeri Kelas I Khusus Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (21/9).

Ia menyampaikan menurut aturan pelaksanaan persidangan digelar selama 180 hari. Namun kini sudah berjalan 99 hari sejak perkara ini didaftarkan pada 15 Juni 2022.

Untuk mengefektifkan waktu tersisa 81 hari, maka akan dilaksanakan sidang dua kali dalam sepekan.

“Sidang akan dilanjutkan pada, Rabu 28 September. Kita akan susun lagi dan agendanya pemeriksaan saksi. Ada saya lihat pengelompokan saksi-saksi, nanti disampaikan. Ditargetkan nanti bisa diputus 7 Desember 2022,” ucap majelis hakim.

Sementara itu, Ketua JPU Erryl Prima Putra Agoes menyampaikan pihaknya telah menyiapkan saksi fakta sebanyak 52 orang. Ada dari TNI, Polri maupun masyarakat setempat.

Selanjutnya, saksi ahli akan dihadirkan sebanyak enam orang. Ia meminta majelis hakim mempercepat sidang mengingat waktu sangat terbatas.

Sidang perdana kasus dugaan pelanggaran HAM berat di Paniai, Papua Barat, pada Desember 2014 mengakibatkan 14 orang menjadi korban. Empat di antaranya tewas tertembak. Sidang ini mendapat pengawalan aparat keamanan serta dipantau langsung Komisi Yudisial (KY) dan organisasi pegiat HAM.

Dalam dakwaan JPU, terdakwa kapasitasnya waktu itu selaku Perwira Penghubung (Pabung) Komando Distrik Militer (Kodim) 1705/Paniai di Kabupaten Paniai dianggap bertanggung jawab dalam insiden penembakan tersebut.

BACA JUGA:   Jaksa Pikir-Pikir Banding Vonis 1 Tahun Penjara Nia Ramadhani

Terdakwa sebagai perwira menengah berpangkat tertinggi di Koramil 1705-02/Enarotali kala itu dinilai telah melihat dan membiarkan anggotanya mengambil senjata api dan peluru tajam dari gudang senjata. Dirinya tidak mencegah atau menghentikan perbuatan tersebut.

 

Artikel Terkait