Tak Akan Dipulangkan, Ini Pernyataan BKSDA Aceh Soal Pengerahan Gajah di Lokasi Bencana
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Aceh menuai hujatan publik terutama di media sosial setelah empat ekor gajah ke lokasi bencana di Pidie Jaya, Aceh. Pengerahan itu bukan lagi dinilai sebagai eksploitasi hewan, tapi sebuah ironi terkait kerusakan hutan di lokasi bencana.
Banyak orang menilai bahwa gajah-gajah itu tak seharusnya diturunkan ke lokasi bencana terutama untuk membersihkan material yang dibawa banjir seperti gelondongan kayu. Bahkan, banyak yang menyebut kebijakan ini sangat miris di tengah isu perusakan hutan sebagai rumah hewan, justru gajah diturunkan untuk menangani dampaknya.
Belakangan, BKSDA Aceh melakukan klarifikasi termasuk menjawab kekhawatiran publik terkait kesehatan dan keselamatan gajah di lokasi bencana. BKADA dalam pernyataanya tidak menyebut akan menarik gajah-gajah itu dari lokasi bencana seperti banyak diminta publik.
Baca Juga: Kerahkan Gajah Bersihkan Gelondongan Kayu Banjir, BKSDA Aceh Jadi Incaran Hujatan Netizen
Klaim Perindungan Gajah di Lokasi Bencana
BKSDA Aceh menyebutkan proses pengerahan 4 gajah ke lokasi bencana dilakukan dengan penuh kehati-hatian, perencanaan yang matang, serta mengutamakan penerapan prinsip kesejahteraan satwa (animal welfare).
Baca Juga: Viral Daftar Mark-up Bantuan Bencana Sumatera oleh Kementan, Beras Sampai Rp60 Ribu Per Kg
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Aceh, jang Wisnu Barata menyampaikan bahwa sebelum gajah jinak diturunkan ke lapangan, tim Balai KSDA Aceh terlebih dahulu melakukan survei menyeluruh terhadap kondisi lokasi, aksesibilitas, tingkat keamanan, dan kebutuhan operasional. Hasil survei tersebut menjadi dasar penentuan rute, titik kerja, area istirahat gajah, serta pengaturan durasi kerja yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi satwa.
Ujang juga menyampaikan bahwa sebagai bagian dari komitmen menjaga kesehatan gajah, tim memastikan bahwa area istirahat telah dipersiapkan secara memadai, termasuk ketersediaan pakan yang cukup, suplemen pendukung, serta sistem pemantauan kesehatan yang dilakukan secara berkala. Untuk menjamin kecukupan konsumsi air, tim menyiagakan satu unit mobil slip-on berisi tangki dan selang air yang standby setiap saat di lokasi kerja.
Ujang menerangkan, pemanfaatan gajah terlatih untuk penanganan bencana sebenarnya telah diterapkan di beberapa negara Asia termasuk Indonesia saat ketika bencana Tsunami Aceh tahun 2004 lalu, dan merupakan salah satu bentuk guna liman atau pemanfaatan gajah secara lestari dengan prinsip kehati-hatian. Gajah memiliki kemampuan yg membuatnya efektif dalam penanganan bencana selama dilakukan secara aman, didampingi mahout/petugas, dan mengedepankan kesejahteraan satwa.