20 Tahun di Guantanamo, Hambali Kini Jalani Pengadilan Militer AS, Tim Hukum AS akan ke Indonesia Bahas Hambali
Hukum

Tim hukum Departemen Pertahanan AS dijadwalkan mengunjungi Indonesia dalam beberapa bulan ke depan untuk membicarakan kasus Hambali. Hal ini disampaikan Kuasa Usaha AS, Peter Haymond saat bertemu dengan Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) RI Yusril Ihza Mahendra.
Hal ini sejalan dengan harapan pemerintah Indonesia yang juga meminta informasi tentang perkembangan terkini terdakwa terorisme Encep Nurjaman alias Hambali yang ditahan di penjara Guantanamo.
Menko Kumham Imipas RI Yusril Ihza Mahendra (tengah kanan) dalam pertemuan dengan Chargé d’Affaires Amerika Serikat Peter Haymond di Jakarta, Kamis (21/8/2025). (Foto : Dok. Kemenko Kumham Imipas RI/aov/aa)
Saat ini, Hambali dikabarkan dalam status sedang diadili Pengadilan Militer Amerika Serikat (AS) setelah lebih dari 20 tahun ditahan di Guantanamo. Sebelum ditangkap aparat AS di Thailand pada 2003, Hambali merupakan terdakwa kasus Bom Bali 1 pada 2002 dan pengeboman Hotel JW Marriot Jakarta pada 2003.
"Kami berharap pemerintah AS dapat memberikan perkembangan terbaru mengenai status Hambali," kata Yusril.
Repatriasi Warga AS di Indonesia dan 27 WNI di Suriah Timur Laut
Pemerintah Indonesia dan AS sepakat untuk melanjutkan pembahasan mengenai repatriasi, baik terhadap warga negara AS di Indonesia maupun 27 WNI di Suriah Timur Laut.
Dalam pertemuan dengan Yusril, Haymond juga menyinggung masalah penyitaan kapal MT Arman serta menyampaikan permintaan bantuan hukum timbal balik dalam penanganan kasus tersebut. Adapun Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Kejati Kepri) segera melaksanakan eksekusi putusan pidana atas kapal supertanker MT Arman 114 setelah putusan perdata kepemilikan kapal tersebut dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Kepri.
Eksekusi dilakukan berdasarkan putusan perkara pidana Nomor 941/Pid.Sus/2023/Pn Batam yang memutuskan kapal yang pernah berlabuh selama setahun di perairan Batam dan berpotensi merusak laut tersebut dirampas untuk Negara. Kapal itu memiliki kaitan dengan Iran, yang saat ini tengah diembargo AS dalam kasus minyak.
Negosiasi Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik
Kamp Tahanan Teluk Guantánamo. (Wikipedia/Shane T. McCoy, U.S. Navy)
Kuasa Usaha AS juga menyatakan minat Negeri Adidaya tersebut untuk melanjutkan negosiasi perjanjian bantuan hukum timbal balik dengan Indonesia. "Kami terbuka untuk meninjau kembali perjanjian bantuan hukum timbal balik yang pernah dibahas sebelumnya agar kerja sama hukum antara kedua negara dapat lebih efektif,” ucap Peter Haymond.
Haymond mengapresiasi atas kerja sama Indonesia dalam menerima pemulangan individu dari AS, yang menjadi wujud nyata kemitraan yang terus berkembang antara kedua negara.
Tak hanya itu, Peter Haymond turut mengangkat isu pembebasan bersyarat dengan alasan kemanusiaan bagi warga negara AS yang sedang menjalani hukuman di Indonesia, termasuk kasus Van Der Heiden, dan dua warga AS lainnya.
Dia juga menyoroti permintaan pemerintah AS agar Indonesia mempertimbangkan repatriasi 27 wanita dan anak-anak asal Indonesia yang saat ini berada di berbagai kamp Suriah Timur Laut. “Kami berharap Indonesia dapat meninjau kemungkinan pemulangan mereka sebagai bagian dari upaya bersama dalam mengatasi isu kemanusiaan,” tuturnya.***