Teknologi

China Baik Hati, Berbagi Debu Bulan ke Ilmuwan Inggris dan Prancis

Tomi Tresnady
Kamis, 05 Juni 2025 | 21:19 WIB
China Baik Hati, Berbagi Debu Bulan ke Ilmuwan Inggris dan Prancis
Ilustrasi pesawat antariksa. (Meta AI)

Mahesh Anand, Profesor Ilmu Planet dan Eksplorasi di Universitas Terbuka, Inggris, menjadi salah satu ilmuwan internasional yang beruntung menerima sampel bulan dari misi Chang’e-5 milik China.

rb-1

Anand menyebut sampel tersebut sebagai benda “tak ternilai” dan bahkan “lebih langka daripada emas” saat membawanya kembali ke laboratoriumnya di Inggris.

Dalam wawancara eksklusif dengan Global Times, Anand memuji langkah China yang disebutnya sebagai “inisiatif luar biasa” karena bersedia berbagi sampel secara global. Ia juga mendorong kolaborasi ilmiah yang lebih erat dengan peneliti asal China.

Baca Juga: China Luncurkan Chip AI Non-Biner, Ini Sederet Keunggulannya

rb-3

“Kita tahu bahwa dalam dunia sains, kemajuan terbaik terjadi ketika para ilmuwan bekerja sama,” ujarnya.

Sampel Bulan Pertama dalam 50 Tahun

Baca Juga: Publik China Minta Timnas Dibubarkan Usai Kalah dari Indonesia

Ilustrasi debu bulan. (Meta AI)

Misi Chang’e-5 milik China yang diluncurkan pada 2020 berhasil membawa pulang sampel permukaan bulan seberat 1.731 gram—pengambilan pertama dalam hampir lima dekade.

Pada November 2023, Badan Antariksa Nasional China (CNSA) membuka pendaftaran bagi peneliti internasional untuk meminjam sampel tersebut. April lalu, CNSA mengumumkan bahwa ilmuwan dari Prancis, Jerman, Jepang, Pakistan, Inggris, dan Amerika Serikat telah mendapat akses terhadap sampel Chang’e-5, menurut Kantor Berita Xinhua.

Dengan pengalaman lebih dari 20 tahun dalam meneliti sampel misi Apollo dan meteorit bulan, Anand mengaku sangat antusias menjadi satu-satunya ilmuwan di Inggris yang berhasil mengamankan sampel Chang’e-5.

“Meski saya pernah mempelajari banyak sampel dari misi sebelumnya, sampel Chang’e-5 sangat berbeda dan unik,” katanya.

Dua Fokus Penelitian

Ilustrasi pesawat antariksa. (Meta AI)

Anand dan timnya ingin menjawab dua pertanyaan besar dari sampel tersebut. Pertama, dengan menganalisis isotop oksigen, mereka berharap dapat menguak misteri asal-usul Bulan—apakah terbentuk dari Bumi atau akibat tabrakan benda langit raksasa?

Kedua, mereka menilai ketersediaan unsur penting bagi kehidupan seperti karbon dan nitrogen dalam sampel, yang dapat membuka wawasan baru tentang kemunculan kehidupan di Bumi.

Anand mengapresiasi sikap terbuka pemerintah China dalam membagikan sampel langka ini.

“Saya pikir sangat luar biasa melihat China mau berbagi sampel ini dengan ilmuwan dari seluruh dunia,” tuturnya.

Sampel “Lebih Muda” dari Misi Apollo

Frederic Moynier, Profesor di Institut Fisika Bumi Paris, juga menjadi salah satu ilmuwan internasional pertama yang mendapat akses terhadap sampel Chang’e-5.

Dalam wawancara dengan Global Times, Moynier menekankan nilai ilmiah tinggi dari sampel tersebut. Menurutnya, sampel diambil dari lokasi yang belum pernah dieksplorasi dan memiliki usia lebih dari satu miliar tahun lebih muda dibandingkan dengan batuan yang dikumpulkan saat misi Apollo.

Penelitiannya difokuskan pada analisis kimia dan isotop untuk memahami komposisi mantel Bulan di wilayah yang berbeda dari lokasi pendaratan Apollo.

“Salah satu pertanyaan utama saya adalah: mengapa Bulan begitu miskin unsur volatil dibandingkan dengan Bumi?” katanya.

Moynier menyebut keputusan China sebagai “isyarat keterbukaan ilmiah yang luar biasa”, yang membuka babak baru dalam kolaborasi luar angkasa global.

“Ilmu keplanetan, seperti halnya semua ilmu, sangat diuntungkan dari keragaman gagasan, teknik, dan interpretasi. Dengan membuka akses bagi dunia, China membantu memaksimalkan hasil ilmiah dari misi ini.”

Harapan Kolaborasi di Tengah Ketegangan Geopolitik

Di tengah narasi “ancaman China” yang terus digaungkan oleh AS, termasuk dalam sektor antariksa, muncul kekhawatiran bahwa ketegangan geopolitik dapat mempengaruhi kolaborasi ilmiah.

Namun Anand mengatakan dirinya tidak merasakan dampak tersebut secara langsung.

“Saya berharap kerja sama ilmiah, terutama di bidang luar angkasa, dapat menyatukan negara-negara, bukan sebaliknya,” ujarnya.

“Perpecahan itu buatan manusia. Tapi pada dasarnya, kita semua saling terhubung. Kita harus menemukan kekuatan dari perbedaan, bukan membiarkannya memisahkan kita—dan ruang angkasa adalah tempat yang tepat untuk memulai.”

Moynier juga menegaskan bahwa kerja sama ilmiah lintas negara merupakan jembatan pengertian di tengah konflik global.

Ia berharap bisa melanjutkan kolaborasi, termasuk kemungkinan mengakses sampel dari misi Chang’e-6—satu-satunya misi yang menargetkan sisi jauh Bulan.

“Peluang menemukan hal baru dari sampel Chang’e-6 sangat besar. Jika saya mendapat kesempatan itu, saya akan sangat bersemangat!”

Anand juga mengungkapkan keinginannya untuk menjalin kerja sama pada misi eksplorasi Mars dan asteroid melalui program Tianwen yang digagas China.

Sementara itu, Moynier menyoroti pengembangan teknologi instrumen sebagai area strategis untuk kerja sama antara China dan Eropa ke depan.

“Dengan kemajuan teknologi eksplorasi antariksa dari China, dan kemampuan laboratorium kami dalam mengembangkan teknik analisis baru, kemitraan semacam ini bisa menghasilkan terobosan dalam inovasi dan pemahaman ilmiah,” pungkasnya.

Sumber: Global News

Tag china bulan inggris prancis

Terkini